JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus pembelian helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2015-2017 yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Hal itu diungkap Jaksa KPK Arief Suhermanto saat membacakan surat dakwaan untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.
Irfan didakwa telah merugikan negara hingga Rp 738.900.000.000 dalam pembelian AW-101.
Menurut Jaksa, Irfan diduga melakukan korupsi itu bersama-sama dengan orang lain yakni, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna yang pada kurun 2015-2017 menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products, Lorenzo Pariani.
Baca juga: Jaksa Sebut Helikopter AW-101 TNI AU yang Dikorupsi Ternyata Barang Bekas
Kemudian, Direktur Lejardo, Pte Ltd Bennyanto Sutjiadji dan Heribertus Hendi Haryoko Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU).
Selain itu, adalah bawahan Agus bernama Wisnu Wicaksono yang menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU TNI AU periode 2015-Februari 2017.
Irfan didakwa telah memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar, perusahaan Lejardo, Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87 dan perusahaan AgustaWestland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000.
Rencana pembelian helikopter ini sudah berlangsung sejak 2015. Dalam Surat Kementerian Pertahanan RI Nomor: B/1266/18/05/5/DJREN tanggal 28 Juli 2015 Perihal Pemutakhiran Pagu Anggaran Kemhan dan TNI Tahun Anggaran 2016
Di surat itu disebutkan rencana pengadaan helikopter VIP/VVIP untuk presiden sebesar Rp 742.500.000.000.
Baca juga: Dikorupsi, Kursi Helikopter AW-101 Tak Lengkap hingga Peta Digital Belum Diinstal
Di sisi lain, Irfan sejak Mei 2015 sudah mempromosikan produk AgustaWestland kepada pejabat TNI AU. Pada bulan Juli, ia kemudian ditanya terkait kesanggupan menghadirkan AW-101 pada HUT TNI 9 April 2016 oleh Asrena KSAU saat itu, Mohammad Syafei.
Irfan kemudian menghubungi Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani.
Leonardo menyanggupi pertanyaan Syafei karena mengingat masih ada stok pesawat pesanan India.
“Karena sebenarnya telah tersedia Helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada tahun 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India,” ujar Arief.
Mengetahui kebutuhan helikopter untuk 2016, Irfan melakukan pemesanan pada 14-15 Oktober 2015. Ia mengirim biaya pembayaran sebesar Rp 13,3 miliar atau 1 juta dollar AS.
“Padahal, saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU,” kata Arief.
Baca juga: Helikopter AW-101 yang Pengadaannya Dikorupsi Ternyata Pesanan Militer India
Sebelum helikopter angkut itu dibeli dari Inggris, rupanya Presiden Joko Widodo pernah mengingatkan agar rencana pengadaan tersebut ditunda.
Dalam Rapat Terbatas tentang Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia yang dituangkan dalam Risalah Terbatas Nomor R/269/Seskab/DKK/12/2015 tanggal 14 Desember 2015, Jokowi memerintahkan beberapa hal.
Salah satunya adalah agar pembelian ditunda dengan alasan ekonomi. Ia juga meminta TNI AU menghitung ulang kelayakan TNI AU membeli Helikopter AgustaWestland.
Tidak hanya itu, ia bahkan meminta skema pembelian AW-101 dilakukan dengan cara antar pemerintah atau government to government.
“Pada kondisi ekonomi yang tidak normal seperti saat ini maka pembelian Helikopter AgustaWestland jangan dibeli dahulu,” kata Arief.
Baca juga: Eks KSAU Disebut Dapat Jatah Rp 17,7 Miliar dari Korupsi Pembelian Helikopter AW 101
Merealisasikan hasil rapat ini, anggaran sebesar Rp 742.500.000.000 yang sedianya bakal digunakan untuk membeli helikopter VVIP presiden diblokir.
Namun, karena Irfan terlanjur memesan dan mengirim pembayaran awal, Agus pun bergerak.
Ia kemudian mengatur siasat agar pembelian helikopter jenis VVIP presiden itu menjadi helikopter angkut berat.
“Padahal, pada saat itu anggaran pengadaan Helikopter telah diblokir dan sudah ada arahan Presiden agar TNI tidak membeli dahulu helikopter karena ekonomi sedang tidak normal,” kata Arief.
Untuk mengakali ini, helikopter jenis VVIP kemudian dimodifikasi agar terlihat seperti helikopter jenis angkutan berat. Salah satunya dengan menambah Cargo Door on the starboard side.
Baca juga: Korupsi Helikopter AW-101 di TNI AU, Irfan Kurnia Saleh Didakwa Rugikan Negara Rp 738,9 M
Jaksa mengatakan, helikopter angkut tersebut rupanya pesanan militer Angkatan Udara Pemerintah India.
Hal itu terungkap dalam Laporan Investigasi dan Analisis Teknis Helikopter AgustaWestland AW-101 646 PT Diratama Jaya Mandiri oleh Tim Ahli Institut Teknik Bandung (ITB).
Mereka menemukan bahwa helikopter angkut AW-101 yang diserahkan ke TNI AU memiliki Nomor Seri Produksi (MSN) 50248.
Pesawat ini rampung diproduksi pada 2012 dan teregister dengan nomor tanda pendaftaran pesawat udara (aircraft registration number) ZR343 di Inggris.
“Helikopter dengan nomor seri produksi MSN 50248 tersebut merupakan helikopter AW-101 641 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India,” tutur Arief.
Baca juga: PN Tipikor Jakarta Gelar Sidang Perdana Kasus Pengadaan Helikopter AW-101
Selain itu, Tim Ahli ITB juga mendapati bahwa helikopter tersebut bukan barang baru. Merujuk pada data flying log terungkap Helikopter AW101- 646 (MSN 50248) pertama kali di on-kan pada tanggal 29 November 2012.
Pesawat ini memiliki waktu terbang selama 152 jam dan waktu operasi 167.4 (seratus enam puluh tujuh poin empat). Tercatat pula pengoperasian sudah ke 119.
“Sehingga helikopter AW-101 646 yang didatangkan dalam pengadaan helikopter angkut TNI AU Tahun 2016 tersebut bukan merupakan helikopter baru,” ujar Arief.
Sementara itu, surat Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Nomor B/10/III/2017 tanggal 22 Maret 2017 mengungkap kejanggalan lain.
Tim tersebut menemukan 12 kekurangan atau ketidaklengkapan helikopter angkut AW-101.
“Ditemukan kursi sebanyak 24 kursi seharusnya 38 kursi jadi kurang 14 kursi,” kata Arief.
Kekurangan lainnya adalah riwayat jam terbang juga tidak lengkap, log book engine tidak memiliki riwayat, dokumen komponen tidak memiliki usia, serta tidak ditemukan nomor seri dan nomor produksi pada pesawat.
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Pembelian Helikopter AW -101 ke Pengadilan Tipikor
Kemudian, tidak adanya cargo emergency on the starboard, first aid kit, stretcher atau tandu, tail rotor blade lock, jacking bolt joint dan datawa swing compass.
“Digital Map untuk Asia Tenggara (Indonesia) belum di-instal,” tutur Arief.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.