Yang pertama adalah bahwa itu menjadi hal yang melanggar UU penerbangan no 1 tahun 2009 yang salah satu pasalnya (pasal 458) menyebutkan bahwa pendelegasian wilayah udara sudah harus berakhir tahun 2024, yaitu 15 tahun setelah UU nomor 1 tersebut diundangkan.
Dua atau tiga tahun kelihatan sangat masuk akal, karena rentang waktu 25 tahun dan diperpanjang dapat pula memunculkan persepsi yang keliru.
Pendelegasian untuk 25 tahun dan diperpanjang bisa diartikan bahwa kita tidak akan mengerjakan apa-apa selama itu.
Kita hanya akan menikmati saja pengelolaan PJP yang dikerjakan oleh Singapura selama 25 tahun plus plus.
Lalu bagaimana dengan nasib dari Instruksi Presiden pada 2015 tentang penyiapan personel dan peralatan dalam rangka proses pengambilalihan FIR Singapura.
Dengan demikian maka pada hakikatnya, patut diapresiasi apa yang telah dicapai dalam upaya menjalankan Instruksi Presiden tentang pengambilalihan FIR Singapura tahun 2015.
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menyempurnakan isi perjanjian agar selaras dengan Instruksi Presiden dan penjelasan Presiden tahun 2022.
Setidaknya Instruksi Presiden jelas mengenai pengambilalihan dan bukan pendelegasian FIR di perairan selat Malaka dan kepulauan Riau serta Natuna.
Di sisi lainnya tentu perlu dipikirkan pula agar isi perjanjian tidak ada yang melanggar Undang Undang Republik Indonesia No 1 tentang Penerbangan tahun 2009.
Banyak pekerjaan rumah yang masih harus dikerjakan sebagai tindak lanjut dari pengelolaam wilayah udara nasional terutama berkait dengan FIR Singapura.
Masih ada beberapa pertanyaan lain dari ketidaksesuaian antara instruksi dan penjelasan Presiden dengan isi dari perjanjian. Salah satunya lagi adalah mengapa perjanjian FIR dikaitkan dengan perjanjian ekstradisi, misalnya.
Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa bila tidak disetujui masalah FIR, maka perjanjian ekstradisi tidak akan disetujui pula.
Bayangkan, “maling/penjahat” di Indonesia yang melarikan diri ke Singapura tidak bisa kita tangkap tanpa adanya perjanjian di mana perjanjian itu dikaitkan dengan perjanjian FIR.
Sebuah metoda pendekatan yang dapat saja terlihat sebagai sebuah tindakan yang kurang memberikan penghargaan pada nilai-nilai persahabatan antarbangsa dan penghormatan pada spirit ASEAN.
Mudah-mudahan aneka pertanyaan yang muncul ini dapat segera terjawab dengan penjelasan yang lebih rinci lagi.
Aneka pertanyaan tentang apa sebenarnya yang telah berhasil dicapai oleh kerja keras kita selama ini.
Kerja keras dalam memperjuangkan kedaulatan negara di udara dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memperjuangkan kemerdekaan Udara Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.