JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan KTP Elektronik (e-KTP) Husni Fahmi mengaku tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) terkait komponen e-KTP.
Hal itu disampaikan Husni saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2022).
Husni mengatakan, HPS itu merupakan tugasnya tetapi tidak ia kerjakan.
Menurutnya, saat itu Ketua Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan datang memberikan dokumen HPS.
“Pak Drajat datang ke tempat saya memberikan dokumen HPS dalam keadaan sudah jadi dan sudah ditandatangani oleh Pak Sugiharto selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen),” kata Husni dalam sidang, Kamis.
Baca juga: Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP Kembali Diusut KPK, 2 Eks Pejabat Ditahan
Kemudian, Husni mengungkapkan, Drajat memintanya menandatangani bagian lampiran yang berisi rekapitulasi perangkat-perangkat e-KTP.
Husni mengaku hanya melihat bagian judul item pada HPS tersebut, seperti server dan fingerprint terkait e-KTP.
“Selain tak buat HPS apa lagi?” tanya Jaksa.
“Yang lain dikerjakan, kalau yang lain susun spesifikasi teknis, kami bersama teman-teman tim teknis,” jawab Husni.
Baca juga: KPK Periksa Terpidana E-KTP Anang Sugiana untuk Buron Paulus Thanos di Lapas Sukamiskin
Sementara itu, dalam surat dakwaan terhadap Husni dan terdakwa mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Jaksa KPK menyebut Husni dan timnya menyusun konfigurasi spesifikasi teknis dan price list.
Data tersebut kemudian menjadi acuan PPK Direktorat Dukcapil Sugiharto dalam membuat Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dan HPS yang ditetapkan pada 11 Februari 2011.
“Dengan harga Rp18.000 per keping KTP yang sudah dinaikkan harganya (mark up) dan tanpa memperhatikan adanya diskon terhadap barang-barang tertentu,” sebagaimana dikutip dari surat dakwaan Jaksa.
Sebelumnya, Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya didakwa telah merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam kasus mega korupsi pengadaan e-KTP.
Baca juga: Awal Mula Kasus Korupsi E-KTP yang Sempat Hebohkan DPR hingga Seret Setya Novanto
Jaksa menyebut keduanya melakukan atau turut serta melakukan dengan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perkara tersebut.
Husni dan Isnu Edhi Wijaya disebut mengarahkan dan mengatur pengadaan barang yang memperkaya beberapa pihak.
Jaksa mendakwa Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK Panggil Tersangka Kasus E-KTP Husni Fahmi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.