Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM Temukan 1.658.205 Obat Tradisional dan Kosmetik Mengandung Bahan Kimia Obat

Kompas.com - 06/10/2022, 14:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 1.658.205 obat tradisional, suplemen kesehatan, hingga kosmetik yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), serta bahan yang berbahaya bagi kesehatan lainnya.

Hal ini terungkap berdasarkan hasil sampling dan pengujian selama periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022.

Dari hasil pengujian, sebanyak 41 item obat tradisional mengandung BKO, serta 16 item kosmetika mengandung bahan dilarang/bahan berbahaya.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Reri Indriani mengatakan, dari 1.658.205 buah, sebanyak 658.205 buah di antaranya adalah obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal. Sementara 1 juta lainnya adalah kosmetika ilegal.

Baca juga: BPOM Temukan 718.791 Vitamin Ilegal Dijual di Online Shop Selama Pandemi Covid-19

Total temuan itu didapat selama periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022.

“Sebanyak lebih dari 658.205 buah obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dengan nilai keekonomian sebesar Rp 27,8 miliar," kata Reri Indriani dalam siaran pers, Kamis (6/10/2022).

"Total temuan kosmetika ilegal dan/atau mengandung bahan dilarang/berbahaya, yaitu sebanyak lebih dari 1 juta pieces dengan nilai keekonomian sebesar Rp 34,4 miliar,” ujarnya lagi.

Reri menuturkan, tren penambahan BKO masih didominasi oleh Sildenafil Sitrat pada produk obat tradisional dengan klaim penambah stamina pria. Serta BKO Deksametason, Fenilbutazon, dan Parasetamol pada produk obat tradisional untuk mengatasi pegal linu.

Baca juga: BPOM: Izin Edar Vaksin Merah Putih Keluar Awal Oktober

Kemudian, obat tradisional mengandung BKO Efedrin dan Pseudoefedrin HCL dengan klaim yang digunakan secara tidak tepat untuk penyembuhan dan pencegahan pada masa pandemi Covid-19.

Reri mengungkapkan, kandungan BKO pada obat tradisional sangat berisiko bagi kesehatan.

Penambahan BKO Sildenafil Sitrat dapat menimbulkan efek samping berupa kehilangan penglihatan dan pendengaran, nyeri dada, pusing, pembengkakan (mulut, bibir, dan wajah), stroke, serangan jantung, bahkan kematian.

Sementara itu, penggunaan BKO Deksametason, Fenilbutazon, dan Parasetamol dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, osteoporosis, gangguan hormon, hepatitis, gagal ginjal, dan kerusakan hati.

"Sedangkan Efedrin dan Pseudoefedrin berisiko menimbulkan gangguan kesehatan, yaitu pusing, sakit kepala, mual, gugup, tremor, kehilangan nafsu makan, iritasi lambung, reaksi alergi (ruam, gatal), kesulitan bernafas, sesak di dada, pembengkakan (mulut, bibir, dan wajah), atau kesulitan buang air kecil," katanya.

Baca juga: BPOM: Mie Sedaap yang Ditarik di Hong Kong Beda dengan di RI

Sementara dalam produk kosmetik, temuan didominasi oleh bahan pewarna yang dilarang, yaitu Merah K3 dan Merah K10.

Pewarna Merah K3 dan Merah K10 merupakan bahan yang berisiko menyebabkan kanker atau bersifat karsinogenik.

BPOM, kata Reri, menindaklanjuti temuan berdasar dari laporan beberapa otoritas pengawas obat dan makanan negara lain.

Berdasarkan laporan, ada 95 obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung BKO, serta sebanyak 46 kosmetik ditarik dari peredaran karena mengandung bahan dilarang, cemaran mikroba, atau merupakan kosmetik palsu.

"Semua produk yang dilaporkan melalui mekanisme laporan dari otoritas pengawas obat dan makanan negara lain tersebut merupakan produk yang tidak terdaftar di BPOM,” ujar Reri.

Baca juga: BPOM Kawal dan Uji Asupan Pangan dan Jajanan Sekitar Lokasi Pelaksanaan KTT G20

Terhadap berbagai temuan tersebut, BPOM melalui Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasililitas produksi dan distribusi, termasuk retail.

Sementara terhadap produk obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik, pihaknya telah menindaklanjuti dengan mencabut izin edar untuk produk yang terdaftar di BPOM, menarik dari peredaran, dan memusnahkan produk yang tidak memiliki izin edar (Tanpa Izin Edar/TIE).

Di samping itu, BPOM juga melaksanakan patroli siber pada situs, media sosial, dan online shop (e-commerce).

Tercatat selama periode Oktober 2021 - Agustus 2022, BPOM memblokir 82.995 link penjualan obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung BKO dengan jumlah total produk 25,6 juta pieces dengan nilai keekonomian sebesar Rp 515,37 miliar.

Kemudian, memblokir 83.700 link yang menjual produk kosmetik ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya dengan jumlah total produk 6,5 juta pieces dan nilai keekonomian sebesar Rp 296,9 miliar.

“Terhadap hasil patroli siber tersebut, BPOM memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk pemblokiran platform yang melakukan perdagangan online produk obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung BKO, serta produk kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya”, kata Reri Indriani lagi.

Baca juga: BPOM Temukan 718.791 Vitamin Ilegal Dijual di Online Shop Selama Pandemi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com