Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdami: 80 Persen Gangguan Penglihatan di Indonesia Mestinya Bisa Ditangani

Kompas.com - 04/10/2022, 19:36 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menyatakan, sebanyak 80 persen orang yang mengalami gangguan penglihatan di Indonesia mestinya bisa ditangani.

Data tersebut mengacu pada hasil survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) oleh perhimpunan dokter spesialis mata tersebut.

Adapun sejauh ini, terdapat 8 juta orang mengalami gangguan penglihatan di Indonesia, dengan rincian 1,6 juta menderita kebutaan, 6,4 juta menderita gangguan penglihatan sedang dan berat.

Baca juga: Perdami: Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

"Ini suatu yang menguntungkan, karena kalau kita bisa menangani 80 persen kasus, hanya 20 persen kasus yang worst case, atau kasus yang tidak bisa ditangani," kata Dokter Spesialis Mata, Yeni Dwi Lestari dalam diskusi media di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Yeni mengungkapkan, berdasarkan hasil survei yang sama di 15 provinsi pada tahun 2014 dan tahun 2016, tingkat kebutaan di Indonesia mencapai 3 persen atau setara dengan 1,6 juta orang.

Angka ini menempatkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di Asia Tenggara.

Baca juga: Alasan Tidak Boleh Mengucek Mata Saat Terkena Gas Air Mata

Dari angka tersebut, katarak merupakan penyebab tertingginya, yakni sekitar 81 persen. Kemudian diikuti oleh kelainan refraksi, glaukoma, dan retinopathy diabetic.

"Makanya angka 80 persen (gangguan penglihatan yang mestinya bisa ditangani) ini kesempatan kita, kalau kita ingin menginvestasikan usaha untuk menangani gangguan penglihatan atau kebutaan di Indonesia," tutur dia.

Saat ini kata Yeni, gangguan penglihatan selalu dikaitkan dengan produktivitas. Sudah banyak jurnal yang memapaparkan bahwa ada konsekuensi kehilangan produktivitas atau kehilangan ekonomi dari gangguan penglihatan yang diderita, baik di suatu negara maupun global.

Baca juga: Bagaimana Aturan Penggunaan Gas Air Mata oleh Polisi?

Data terakhir menyatakan, gangguan penglihatan menyebabkan hilangnya produktivitas senilai Rp 411 miliar per tahun.

"Padahal jika kita menginvestasikan sekitar Rp 25 miliar (untuk pencegahan), masalah hilangnya produktivitas ini tidak akan terjadi," tutur dia.

Wanita yang juga menjabat di Divisi Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Perdami ini menuturkan, pencegahan kebutaan juga perlu dilakukan mengingat adanya bonus demografi yang didominasi oleh remaja usia produktif.

Baca juga: Ini Kata Kemenkes Soal Penggunaan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan

Meskipun ada dampak positif dari bonus tersebut, Yeni tak memungkiri pada suatu masa, remaja akan menua dan memasuki usia lanjut. Bila kesehatan mata tidak diprioritaskan dari sekarang, jumlah penderita katarak yang biasanya disebabkan oleh usia lanjut akan meningkat.

"Kalau tidak diantisipasi dan tidak dicanangkan suatu program untuk menanggulangi katarak, maka akan diprediksi kebutaan pasti akan meningkat dan bisa menjadi tsunami katarak," sebut Yeni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com