JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini belum berhasil memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta gratifikasi.
Sudah 2 kali surat panggilan pemeriksaan dilayangkan, tetapi Lukas Enembe tetap tak memenuhinya.
Penyidik KPK sempat menjadwalkan memeriksa Lukas sebagai tersangka pada 12 dan 26 September 2022 di Jakarta. Namun, batang hidung Lukas tak juga terlihat untuk memenuhi panggilan itu dengan alasan sakit.
Kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, menyebut kondisi kesehatan kliennya sedang menurun.
Baca juga: Periksa Pramugari, KPK Dalami Perjalanan Lukas Enembe Pakai Jet Pribadi
Stefanus menyebut kaki Lukas Enembe saat ini bengkak yang menurutnya menunjukkan cairan di dalam tubuh sudah tidak baik. Menurutnya, informasi tersebut didapatkan dari dokter yang memeriksa Lukas Enembe.
"Bapak (Lukas) kondisi menurun, kaki sudah mulai bengkak. Sebentar saya kasih lihat fotonya, bapak punya kaki itu sudah bengkak," kata Stefanus dalam konferensi pers di Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Papua, Jakarta Selatan, Senin (26/9/2022) lalu.
"Kalau dipencet begini itu masuk. Itu artinya bahwa cairan sudah tidak bagus dan sewaktu waktu itu berbahaya," ujarnya menambahkan.
Menurut Stefanus, Lukas Enembe mengidap beberapa penyakit. Bahkan jika menurut penuturannya, sakit yang dialami Enembe tergolong berat seperti ginjal, gangguan jantung, stroke hingga empat kali, dan kebocoran jantung.
Baca juga: Lukas Enembe Minta Berobat ke Singapura, KPK: Indonesia Tak Kurang Dokter yang Ahli
Soal kebocoran jantung itu, kata Stefanus, sudah dialami Enembe sejak kecil.
Selain itu, Lukas Enembe mengidap diabetes dan tekanan darah tinggi. Dokter yang merawatnya mengingatkan Lukas tidak boleh berada di bawah tekanan.
Sebab, hal itu akan membuat tekanan darahnya naik dan dikhawatirkan akan kembali mengalami stroke.
"Kita takutnya karena dia punya riwayat empat kali stroke, tekanan yang terlalu berat bisa membuat dia akan stroke lima kali," kata Stefanus.
Lebih lanjut, Stefanus mengatakan bahwa untuk dapat menjalani pemeriksaan hukum seseorang harus dalam keadaan sehat.
Baca juga: KPK Akui Tak Sulit Jemput Paksa Lukas Enembe, tapi...
Oleh karena itu, menurutnya, saat ini Lukas Enembe tidak bisa diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dia tidak bisa diperiksa," ujar Stefanus.
Stefanus berharap bisa menyampaikan pesan itu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita juga mau sampaikan pada Pak Presiden Jokowi, Bapak (Lukas) sedang sakit dan bagaimana kita mencari solusinya agar disembuhkan dulu penyakitnya baru kita masuk ke tahap penyidikan," kata Stefanus.
Sebagai lembaga penegak hukum, KPK diberi wewenang melalui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menghadirkan paksa tersangka jika 2 kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Baca juga: KPK Gunakan Pendekatan Persuasif agar Lukas Enembe Mau Diperiksa
Sudah beberapa kali penyidik KPK menghadirkan paksa tersangka yang mangkir dari pemeriksaan.
Akan tetapi, KPK memilih menggunakan cara persuasif supaya Enembe mau memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Kami masih terus melakukan pendekatan secara persuasif supaya yang bersangkutan itu kooperatif, kita tetap akan mengghargai kesehatan yang bersangkutan, akan menjadi perhatian kita," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Senin (3/10/2022).
Alex mengatakan upaya persuasif itu telah disampaikan KPK melalui kuasa hukum Lukas maupun kapolda dan panglima daerah militer di Papua.
Ia pun memastikan, jika Lukas benar sakit, maka KPK akan memfasilitasi pengobatan Lukas di Jakarta hingga dinyatakan siap menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
"Kalau memang sakit betul nanti dibawa ke RSPAD, ke dokter paling hebatlah di sini dan kita bantarkan kalau memang yang bersangkutan itu harus dirawat di rumah sakit," ujar Alex.
Baca juga: Meski Tersangka KPK, Lukas Enembe Dianggap Tokoh Kunci Dialog Damai oleh Komnas HAM
Di sisi lain, Alex mengakui KPK perlu mempertimbangkan secara matang opsi menjemput paksa Lukas dari Papua.
KPK, kata Alex, tidak ingin kalau upaya penindakan dalam penegakan hukum dengan upaya jemput paksa terhadap Enembe dilakukan malah memicu pergolakan di daerah.
Sebab massa pendukung Enembe dilaporkan silih berganti terus berjaga di sekitar kediamannya di Jayapura, Papua.
"Tentu bukan persoalan sulit untuk mengambil paksa dengan mengerahkan segala kekuatan, tapi itu tadi, ada risiko yang tentu harus kami hitung di sana," kata Alex.
Di sisi lain, Mabes Polri telah menyiagakan 1.800 personel di Papua untuk menunjang kebutuhan KPK jika memang diperlukan.
Baca juga: Polri Siapkan 1.800 Personel untuk Bantu KPK di Kasus Lukas Enembe
Beberapa waktu lalu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sempat menyinggung soal sikap Lukas Enembe yang tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai tersangka.
Bahkan Moeldoko menyatakan negara tidak ragu untuk mengerahkan pasukan TNI untuk mendukung proses hukum terhadap Lukas Enembe yang dianggap berlindung di balik massa pendukungnya.
"Kalau mereka dalam perlindungan masyarakat yang dalam pengaruhnya Lukas Enembe, apa perlu TNI dikerahkan untuk itu? Kalau diperlukan, ya apa boleh buat," ujar Moeldoko kepada wartawan di Kantor Bina Graha, Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Baca juga: Mahfud MD: Lukas Enembe Silakan Buktikan Tak Ada Penyimpangan, Saya Jamin Tak Diapa-apakan
Moeldoko lalu menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah sudah menggelontorkan dana yang luar biasa untuk pembangunan Papua.
Tujuannya agar segera terjadi pemerataan kesejahteraan di provinsi tersebut.
Oleh karenanya, Moeldoko meminta agar perhatian presiden dan pemerintah tidak disalahgunakan.
"Jangan justru kebijakan afirmatif itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi.Kita tunggu saja proses hukumnya. Intinya adalah siapapun harus mempertanggungjawabkan di depan hukum," ujar Moeldoko.
Baca juga: KPK Minta Sejumlah Pihak Tak Memperkeruh Suasana atas Kasus Lukas Enembe
"KPK harus bekerja lebih keras lagi untuk mengambil langkah-langkah atau proses hukum," kata mantan Panglima TNI itu menambahkan.
(Penulis : Ardito Ramadhan, Dian Erika Nugraheny | Editor : Sabrina Asril, Novianti Setuningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.