Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA hingga KPK Didesak Tutup Celah Korupsi Hakim dan Pengadilan

Kompas.com - 25/09/2022, 05:45 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera berkoordinasi memetakan potensi korupsi di lembaga peradilan.

Hal itu disampaikan peneliti ICW Lalola Ester dalam keterangan pers pada Sabtu (24/9/2022), menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) KPK hingga penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di MA.

"Mendesak agar MA bersama KY dan KPK berkoordinasi untuk melakukan pemetaan terhadap potensi korupsi di lembaga pengadilan agar dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pengawasan," kata Lalola.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Jadi Tersangka Suap, Ini Sederet Catatan ICW

Lalola berharap penyidik KPK terus mendalami kasus dugaan suap yang menjerat Sudrajad dan sejumlah pegawai MA, karena diduga mereka diduga sebagai makelar kasus dan juga terlibat dalam praktik jual beli perkara lain.

"Mendesak agar KPK mengembangkan perkara dan menindak seluruh pihak yang diduga terlibat dalam perkara ini, untuk memastikan pemberantasan mafia peradilan berjalan optimal," ujar Lalola.

Lalola mengatakan, penetapan Sudrajad menjadi tersangka dugaan suap memperlihatkan proses proses seleksi calon hakim agung tidak mengedepankan nilai-nilai integritas.

Selain itu, Lalola menilai proses pengawasan lembaga baik oleh Badan Pengawas MA maupun Komisi Yudisial lemah sehingga semakin membuka celah terjadinya korupsi di sektor peradilan.

"Kondisi tersebut memungkinkan masih banyaknya oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup namun tidak teridentifikasi oleh penegak hukum," ucap Lalola.

Baca juga: KY Pastikan Bakal Proses Etik Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Menurut Lalola, kasus dugaan suap yang membelit Sudrajad turut menambah panjang daftar hakim korup.

"Bisa dibayangkan, berdasarkan data KPK, sejak lembaga antirasuah itu berdiri tak kurang 21 hakim terbukti melakukan praktik lancung," ujar Lalola.

Lalola menilai kinerja MA semakin disorot publik dalam beberapa tahun terakhir.

Beberapa penyebabnya adalah pengenaan hukuman ringan terhadap pelaku korupsi yang berulang. Berdasarkan data tren vonis yang dikeluarkan oleh ICW, tercatat pada 2021 rata-rata vonis pengadilan hanya mencapai 3 tahun 5 bulan.

Selain itu, kata Lalola, bukannya melakukan perbaikan untuk memaksimalisasi pemberian efek jera, MA justru banyak mengobral diskon pemotongan masa hukuman melalui proses Peninjauan Kembali (PK).

Menurut Lalola, berdasarkan data tren vonis ICW, pada 2021 tercatat ada 15 terpidana korupsi yang dikurangi hukumannya melalui upaya hukum luar biasa tersebut.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Diduga Terima Suap dari Banyak Pengurusan Perkara di MA

Selain itu, Lalola mengatakan, MA juga berkontribusi terhadap pembebasan bersyarat 23 napi korupsi beberapa waktu lalu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com