Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jateng "Kandang Banteng", Mengapa Suara PDI-P Besar di Jawa Tengah?

Kompas.com - 22/09/2022, 07:10 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai "kandang banteng" alias penghasil suara terbesar bagi PDI Perjuangan di pemilu.

Baik di pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden (pilpres), Jateng banyak menyumbangkan suara untuk partai berlambang banteng itu.

Pada Pemilu Legislatif 2019, PDI-P mengantongi 128 kursi DPR RI dari 34 provinsi di tanah air.

Dari jumlah tersebut, 26 di antaranya disumbangkan oleh Jawa Tengah. Adapun total kursi di seluruh daerah pemilihan (dapil) Jateng berjumlah 77.

Perolehan kursi PDI-P di Jateng itu bahkan melampaui target partai yang semula "hanya" menginginkan 23 kursi.

Baca juga: Megawati: Bukan karena Sombong, Faktanya PDI-P Bisa Berjuang Sendiri

Mundur ke Pemilu 2014, PDI-P mendapat 109 kursi DPR RI di tingkat nasional.

Lagi-lagi, Jateng menyumbangkan kursi dalam jumlah besar sebanyak 18. Saat itu, total kursi DPR RI di dapil Jateng berjumlah 69.

Beralih ke Pemilu Presiden, pada Pilpres 2019 Jateng berkontribusi 16.825.511 suara untuk pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Angka ini menjadi yang terbesar dibandingkan 33 provinsi lainnya.

Saat itu, Jokowi-Ma'ruf meraup 85.607.362 suara secara nasional dan berhasil keluar sebagai pemenang.

Pada Pilpres 2014, Jateng juga menjadi penyumbang suara terbesar bagi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, yakni 12.959.540 suara.

Jokowi-JK pun berhasil melenggang ke kursi RI-1 dan RI-2 berbekal 70.997.833 suara nasional.

Baca juga: Survei SMRC: PDI-P Berat Punya Presiden Lagi kalau Usung Puan Maharani

Sebelum era Jokowi, Jawa Tengah juga menjadi penyumbang suara terbesar bagi pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto yang bertarung pada Pilpres 2009.

Kendati pasangan Mega-Pro ini kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang duet dengan Budiono, keduanya mendapat 6.694.981 atau 38,28 persen suara di Jateng.

Pemilu Presiden 2004 juga demikian. Perolehan suara Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi paling banyak disumbangkan oleh Jateng.

Keduanya berhasil mengantongi 8.409.066 suara masyarakat Jawa Tengah, meski harus kalah dari pasangan SBY-Jusuf Kalla.

Sejarah panjang

"Merahnya" Jawa Tengah dari pemilu ke pemilu tak lepas dari sejarah panjang ketokohan Soekarno dan sepak terjang Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di provinsi itu.

Demikian disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto.

Sebelum PDI-P lahir, kata Agus, PNI yang dibentuk Soekarno selalu unggul di Jawa Tengah. Nama Soekarno pun begitu melekat dengan masyarakat Jateng.

Berangkat dari situ, lahir PDI-P yang cikal bakalnya dari PNI. Dengan mengusung Megawati, yang tak lain merupakan putri Soekarno, sebagai pimpinan partai, maka tak heran PDI-P berhasil jadi penguasa Jateng.

"Trah Soekarno mendapat panggung, PDI-P naik sebagai partai yang tertua, dan itu tidak terkalahkan. Jadi ini historis PNI dan Soekarnoisme," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/9/2022).


Selain itu, menurut Agus, besarnya nama PDI-P di Jateng juga tak lepas dari sejarah sosial politik wilayah tersebut yang lebih dekat dengan ideologi nasionalis. Ideologi inilah yang selalu diagung-agungkan PDI-P sejak dulu hingga kini.

Merasa mendapat tempat, PDI-P pun mencitrakan partai mereka sebagai "partai wong cilik" atau partai orang kecil.

Menurut Agus, slogan ini kian membesarkan hati masyarakat Jateng yang pada zaman dahulu mayoritas tinggal di desa.

"Itu perlu dicatat sehingga PDI-P mampu dianggap merepresentasikan kelompok mereka," ujar Agus.

Baca juga: Megawati Kaget Ada Dewan Kolonel untuk Puan Maharani

Agus melanjutkan, dengan sejarah politik yang demikian kuat mengakar, sulit untuk mengubah paradigma nasionalis dan Soekarnois di Jateng.

Ditambah lagi dengan riwayat kedekatan PDI-P dengan "wong cilik", tak heran PDI-P selalu mendapat tempat di hati warga Jawa Tengah.

"Agak sulit bagi partai lain untuk menggeser itu karena punya sejarah yang sangat panjang," kata Agus.

Oleh karenanya, menurut Agus, ke depan PDI-P harus berhati-hati dengan dinamika politik di Jateng, termasuk cermat terhadap tokoh-tokoh partai yang punya pengaruh besar di provinsi tersebut. 

Salah-salah, PDI-P tak bisa meraup suara maksimal dari tambang emas mereka sendiri.

"Menurut saya, kemenangan PDI-P di Jawa Tengah itu adalah kata kunci kemenangan PDI-P di nasional karena dia punya pemilih terbesar," kata Agus.

"Kalau suara PDI-P berkurang di Jawa Tengah, boleh jadi dia akan berkurang juga di tingkat nasional karena lumbung padinya di Jawa Tengah," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com