Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Herta
Dosen

Dosen FEB UMB dan Ekonom Indef

Presiden Baru dan Potensi Warisan Masalah Ibu Kota Baru

Kompas.com - 17/09/2022, 06:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA tidak ada aral melintang, tahun 2024 mendatang, Indonesia akan dipimpin oleh presiden baru. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga akan memulai prosesi awal pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke ibu kota Nusantara.

Dengan kata lain, presiden baru nanti akan langsung bekerja dan menjalankan pemerintahnnya dari Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Presiden yang akan memimpin pemerintahan pada 2024 mendatang akan mewarisi IKN baru yang lebih tertata dan terintegrasi dengan baik sehingga lebih memudahkan pelaksanaan tugas-tugas kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Tidak seperti provinsi DKI Jakarta, IKN baru nanti benar-benar dirancang sejak awal untuk memiliki fungsi sebagai ibu kota negara yang mendukung seluruh aktivitas pemerintahan supaya berjalan dengan baik.

Pemindahan IKN diharapkan mampu mendorong kinerja pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam memajukan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata.

Oleh karena itu, pemindahan IKN tidak boleh menimbulkan masalah baru yang dapat mendistorsi tujuan utamanya termasuk meninggalkan masalah di DKI Jakarta yang sudah tidak menyandang status ibu kota negara.

Provinsi DKI Jakarta memiliki tantangan baru yang berpotensi menjadi masalah baru setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Di samping masalah politik dan administrasi pemerintahan, potensi masalah terbesar yang dimiliki oleh provinsi DKI Jakarta setelah pemindahan IKN adalah menurunnya kinerja perekonomian daerah.

Bahkan tidak menutup kemungkinan menurunnya kinerja perekonomian di provinsi DKI Jakarta akan merembet dan menimbulkan efek domino ke provinsi-provinsi lain.

Selama ini DKI Jakarta telah menjadi sentral pembangunan dan aktivitas perekonomian nasional.

Setidaknya terdapat 11 juta orang yang melakukan aktivitas perekonomian di DKI Jakarta yang sebagiannya berasal dari luar provinsi DKI Jakarta, baik yang berasal dari daerah penyangga maupun daerah-daerah yang jauh dari provinsi DKI Jakarta.

Mereka mencari nafkah dan menggantungkan hidupnya dari aktivitas perekonomian di provinsi DKI Jakarta.

Berpindahnya IKN akan mengubah struktur ekonomi provinsi DKI Jakarta secara signifikan. Aktivitas ekonomi dan perputaran uang akan jauh berkurang.

Kinerja sektor-sektor ekonomi akan jauh melambat. Sektor keuangan, sektor transportasi, sektor perdagangan, dan sektor jasa akan menjadi deretan sektor ekonomi yang mengalami penurunan kinerja dalam jumlah besar seiring dengan berpindahnya para Pegawai Negeri Sipil (PNS) ke IKN baru.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai dengan akhir tahun 2021 terdapat sekitar 937.230 orang PNS pemerintah pusat di DKI Jakarta atau sekitar 32 persen dari total pekerja sektor formal di DKI Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com