JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Irjen Napoleon Bonaparte selama 5 bulan 15 hari penjara lantaran telah menganiaya Muhammad Kosman alias M Kece.
Napoleon terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan terhadap M Kece di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri pada Agustus 2021 lalu.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan dan penganiayaan secara bersama-sama," ujar hakim ketua Djuyamto, membacakan putusannya dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Bakal Disidang Etik Polri, Napoleon: Saya Bhayangkara, Saya Akan Laksanakan Semua
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dengan pidana penjara selama 5 bulan dan 15 hari,” kata hakim.
Adapun putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang meminta majelis hakim memvonis selama satu tahun penjara.
Menurut majelis, vonis yang lebih ringan itu diambil karena antara Napoleon dan M Kece telah saling memaafkan.
"Terdakwa dengan M Kece sudah saling memaafkan," ungkap hakim.
Baca juga: Terbukti Aniaya M Kece, Irjen Napoleon Divonis 5 Bulan 15 Hari
Selain itu, lanjut hakim, Jenderal bintang dua itu juga bersikap sopan selama menjalani persidangan.
Akan tetapi, penganiayaan yang telah dilakukan Napoleon dan sejumlah tahanan lain tidak bisa dibenarkan.
Diketahui, Napoleon melakukan penganiayaan lantaran M Kece telah melakukan penistaan agama melalui konten video yang pernah dibuat.
Menurut hakim, sebagai Jenderal di Kepolisian seharusnya Napoleon memahami cara menanggapi perbuatan yang dilakukan M Kece.
Baca juga: Jaksa: M Kece Akan Ingat Seumur Hidup Pernah Dilumuri Kotoran oleh Irjen Napoleon
"Sebagai anggota Polri dengan pangkat perwira tinggi sudah seharusnya terdakwa mengerti dan memahami respons seperti apa yang tepat dan benar jika ada seseorang yang telah melakukan penghinaan atau penistaan agama," ujar hakim Djuyamto.
"Yaitu dengan menggunakan mekanisme hukum positif yang berlaku dengan melaporkannya kepada pihak berwajib," kata dia.
Oleh karena itu, majelis hakim menilai, jika perbuatan Napoleon dibenarkan dengan alasan membela agama, maka semua orang akan melakukan hal yang sama.
Menurut majelis hakim, pembenaran terhadap perilaku Napoleon melakukan penganiayaan lantaran membela agama bakal menyebabkan kekacauan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.