Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dens Saputra
Dosen

Menulis adalah seni berbicara

Mewaspadai Vigilante dalam Demokrasi

Kompas.com - 16/09/2022, 06:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BAGI politisi momentum apapun dapat dimanfaatkan untuk menarik simpati publik. Apapun itu, konstitusi kita memang berharap semua pihak memiliki akses untuk menyampaikan pendapat.

Terkadang memang menjengkelkan, tetapi faktanya tidak semua warga negara memiliki akses yang sama seperti politisi level elite.

Keangkuhan itu terlihat di layar-layar televisi ketika para politisi berkumpul dan melontarkan pendapat sambil merundung satu dengan yang lain.

Kita sebagai penonton awam termakan dengan retorika yang dibangun politisi. Padahal sebenarnya argumentasi itu disampaikan semata-mata hanya menjaga marwah partai atau nama baik seseorang.

Tradisi ini biasa ditemui ketika demokrasi negara itu dilecehkan dengan argumen-argumen elite yang tidak bertanggungjawab.

Anehnya lagi ketika kemampuan literasi publik yang makin merosot membuat para elite negara disembah bagaikan raja.

Tidak bisa dipandang sederhana bahwa politik hanya pekerjaan pemangku kepentingan atau orang-orang berkuasa yang memilki modal.

Secara konseptual, perspektif politik justru hidup dalam setiap warga negara. Tetapi persoalannya adalah warga nonelite tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk membendung oligargi.

Apalagi intervensi elite kelas wahid sudah masuk sampai ke dapur milik warga negara.

Selain itu, budaya ketimuran kita menjadi salah satu pendorong eksisnya jurang antara elite politik dan nonelite.

Bagi kita sebagai orang timur, elite yang memilki kuasa dan pengaruh tetap memiliki kedudukan di tengah masyaraat, meskipun elite tersebut tersandung banyak kasus yang notabene merugikan masyarakat.

Artinya, kesadaran kritis kita perlu bertumbuh untuk menangkal kebiasaan pelaku kriminal dianggap sebagai pemangku kebijakan.

Pemilu dan intimidasi politik populer

Dinamika pemilihan umum, baik itu pemilihan bupati/wali kota sampai tingkat presiden tidak terlepas dari saling senggol berbagai pihak.

Tujuannya hanya satu, yaitu dukungannya bisa memenangkan kompetisi dan di satu sisi ada politik balas budi kepada pendukung jika calonnya terpilih sebagai pemimpin rakyat.

Siklus ini tetap terjadi, meskipun angka partisipasi politik masyarakat kita terus bertumbuh. Pertanyaannya kemudian, apakah partisipasi politik kita yang terus bertumbuh harus diiringi dengan perilaku intimidasi saat pemilu?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com