Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepak Terjang Faksi Sambo yang Turut Memicu Reaksi Internal Polri

Kompas.com - 16/09/2022, 06:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan kelompok atau faksi yang dikendalikan oleh mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo di dalam tubuh Polri dianggap bukan hanya selentingan.

Akan tetapi, peran faksi yang dipimpin oleh Sambo itu kemungkinan besar dianggap terlampau dominan di tubuh Polri sehingga menimbulkan gesekan dengan kelompok yang kontra dan memicu konflik.

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmus Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Muradi, para pimpinan Polri juga mengetahui sepak terjang faksi Sambo untuk mengelola sumber dana di luar APBN atau off budget.

Baca juga: Citra Polri Setelah Rekayasa Ferdy Sambo Terbongkar...

"Artinya bahwa sebenarnya apakah mereka tahu? Pimpinan saya yakin mereka tahu. Hanya memang selama itu tidak digunakan untuk hal yang sifatnya berlebihan ya," kata kata Muradi dalam program Back To BDM di Kompas.id seperti dikutip pada Kamis (15/9/2022).

Menurut Muradi, keberadaan faksi atau kelompok seperti itu memang wajar asalkan bisa dikendalikan.

"Selama itu digunakan, buat saya, saya memahami sebagai bagian dari dinamika yang memang harus dikendalikan. Makanya dalam bahasa saya, faksi-faksi itu, baik yang megang ekonomi maupun bukan memungkinkan ada ya harus diorkestrasi," ucap Muradi.

"Di mana kemudian pimpinan itu bisa menggunakan tangan-tangan akses mereka, kewenangan mereka, ke yang bersangkutan untuk mengendalikan faksi-faksi tadi. Kalau tidak, dia akan liar," lanjut Muradi.

Soal keberadaan faksi yang dipimpin Sambo di internal Polri mencuat seiring dengan terbongkarnya pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Akan tetapi, menurut Muradi kasus itu hanya sebagai dorongan yang membuat pembahasan tentang faksi itu mengemuka di masyarakat.

Baca juga: Penasihat Ahli Kapolri: Polisi Terancam Dibubarkan jika Ferdy Sambo Divonis Bebas

"Itu yang terjadi kasus FS. FS ini kan kasus misalnya ramai pembunuhan Brigadir J, itu stimulasi saja. Karena sebenarnya sudah ada masalah jauh sebelum itu. Karena dominan sekali, faksi ini dominan sekali," ujar Muradi.

Bahkan menurut Muradi, pihak yang membocorkan soal diagram tentang kaitan sejumlah polisi yang termasuk dalam faksi Sambo yang dijuluki "Kerajaan Sambo" atau "Konsorsium 303" justru datang dari internal Polri.

"Data itu kan bukan diambil dari orang luar. Orang dalam. Data, diagram, itu dari dalam. Jauh sebelum itu saya dapat. Saya merasa kenapa internal merespon, karena sudah jauh sangat-sangat dominan di dalam," papar Muradi.

Muradi mengatakan, sebenarnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berperan untuk mengendalikan aksi faksi yang dipimpin Sambo.

"Nah itu fungsi dari pimpinan sebenarnya untuk mengendalikan supaya faksi itu tidak dominan. Selama kemudian menjalankan fungsi-fungsi PRESISI, goal-nya ke sana, saya kira enggak ada masalah," ucap Muradi.

Baca juga: Tragedi Polisi Usut Polisi Tahun 1978 yang Kini Terulang di Kasus Sambo

Akan tetapi, menurut Muradi jika faksi itu dinilai sudah kelewat batas dan turut mempengaruhi berbagai kebijakan organisasi maka sudah selayaknya ditertibkan.

"Tapi kalau kemudian ternyata malah jadi sangat dominan, kemudian bisa mengendalikan hal yang sifatnya kemudian tugas utama Polri, itu tugas utama Kapolri untuk menertibkan ya faksi-faksi itu supaya kembali ke jalur yang benar," ucap Muradi.

Sumber dana operasional

Menurut Muradi, dalam operasional Polri sudah lazim dikenal sistem subsidi silang. Yakni satuan kerja yang mempunyai pemasukan besar memberi bantuan anggaran untuk divisi lainnya terkait operasional.

Muradi menilai praktik seperti itu sudah terjadi sejak Polri berdiri sampai hari ini.

Dalam hal ini, kata Muradi, 2 divisi Polri yang selalu memberikan subsidi kepada unit lain adalah lalu lintas (Lantas) dan reserse.

Dana dari 2 divisi itu biasanya digunakan untuk membiaya kegiatan operasional yang di luar yang sudah ditetapkan dalam APBN.

Baca juga: Penasihat Kapolri Bicara Kemungkinan Sambo dkk Ubah BAP di Pengadilan

Maka dari itu, menurut Muradi, para pimpinan Polri juga seakan sudah memaklumi jika terdapat kelompok seperti faksi Sambo yang juga ikut mengelola dana di luar APBN dengan syarat digunakan untuk operasional.

"Kalau saya dari beberapa kali menangkap, mereka tahu. Tapi kan pada akhirnya kemudian, kalau saya prinsip utama dari organisasi kan 2, selama pendanaan digunakan untuk
organisasi, bukan untuk memperkaya diri, bukan untuk membangun bargaining, daya tawar politik, yang ini saya kira enggak ada masalah," ucap Muradi.

"Yang kedua, dana itu kemudian digunakan hanya untuk hal-hal yang sifatnya kontingensi," sambung Muradi.

Muradi juga menyinggung soal pembubaran satuan tugas (Satgas). Beberapa waktu lalu Sigit memutuskan membubarkan Satgas Khusus Merah Putih yang sempat dipimpin Sambo.

"Makanya pembubaran satgas-satgas itu kan kalau kita nomenklaturnya di APBN Polri kan enggak ada. Satgas itu kan memang mengerjakan operasi yang di luar dari unit yang sudah ada. Makanya kemudian pendanaan itu menjadi penting untuk dimanfaatkan," kata Muradi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com