Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Isi Rekomendasi TPF Munir dan Dugaan Keterlibatan AM Hendropriyono yang Disinggung KASUM

Kompas.com - 14/09/2022, 17:58 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

Akan tetapi, dokumen itu tak pernah dibuka ke masyarakat. Bahkan, saat pemerintah diminta membukanya, dokumen penyelidikan TPF diklaim hilang.

Baca juga: KASUM: Harusnya Bentuk Tim Mencari Dokumen Pembunuhan Munir, Bukan Tim Mengejar Bjorka

Hilangnya dokumen itu baru diketahui pada pertengahan Februari 2016, yakni pada saat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendatangi kantor Sekretariat Negara (Setneg) meminta penjelasan dan mendesak supaya hasil laporan TPF segera diumumkan.

Isi rekomendasi TPF Munir

Isi rekomendasi TPF Munir pernah dibacakan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dalam jumpa pers di kediaman SBY di Puri Cikeas, Bogor, pada 25 Oktober 2016.

Hal itu dilakukan setelah muncul desakan supaya Presiden SBY membuka dokumen TPF Munir.

Isi lengkap rekomendasi TPF itu adalah sebagai berikut:

  1. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk meneruskan komitmen Presiden dalam pengungkapan kasus pembunuhan Munir secara tuntas hingga mencapai keadilan hukum. Untuk itu perlu dibentuk sebuah tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat guna menindaklanjuti dan mengembangkan temuan-temuan TPF, serta mengawal seluruh proses hukum dalam kasus ini, termasuk dan terutama yang dapat secara efektif menindaklanjuti proses pencarian fakta di lingkungan BIN.
  2. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri melakukan audit atas keseluruhan kinerja tim penyidik kasus meninggalnya Munir dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan kapasitas penyidik Polri secara profesional dalam mengusut tuntas permufakatan jahat dalam jangka waktu yang wajar.
  3. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri agar melakukan penyidikan yang lebih mendalam terhadap kemungkinan peran Indra Setiawan, Ramelga Anwar, AM Hendropriyono, Muchdi PR, dan Bambang Irawan dalam permufakatan jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Menurut penjelasan Sudi, naskah penyelidikan TPF Munir itu diberikan kepada SBY selaku Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menteri Hukum dan HAM, serta Sekretaris Kabinet.

Bahkan dalam jumpa pers itu, Sudi meminta supaya pihak-pihak yang masih menyimpan dokumen TPF itu supaya menyerahkannya kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Partai Berkarya Curiga Bjorka Ungkit Muchdi Pr di Kasus Munir Hanya untuk Pengalihan Isu

"Kami berharap para pejabat yang sedang mengemban tugas di jajaran lembaga kepresidenan, baik saat ini atau di masa Presiden SBY yang mengetahui di mana naskah itu disimpan, bisa menyerahkannya ke Presiden Jokowi," ujar Sudi.

Kronologi kasus pembunuhan Munir

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Menurut laporan Munir wafat saat pesawat itu melintas di langit Rumania.

Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Saat kasus pembunuhan Munir terungkap, AM Hendropriyono menjabat sebagai Kepala BIN.

Baca juga: Muchdi Purwoprandjono, Tokoh BIN yang Sempat Terseret Kasus Munir

Menurut Ketua TPF Munir Marsudhi Hanafi, saat itu Hendropriyono menjadi salah satu orang yang dianggap patut diperiksa.

Sebab, kasus pembunuhan Munir diduga melibatkan sejumlah anggota BIN dan Hendropriyono sebagai pimpinan tertinggi dianggap mengetahui hal itu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com