Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Isi Rekomendasi TPF Munir dan Dugaan Keterlibatan AM Hendropriyono yang Disinggung KASUM

Kompas.com - 14/09/2022, 17:58 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyebut ada lima nama aktor pembunuhan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir, salah satunya adalah mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.

Sekjen KASUM Bivitri Susanti mengatakan, lima nama ini pernah direkomendasikan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir.

"TPF juga pernah merekomendasikan kepada Presiden agar memerintahkan Kapolri saat itu untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap sejumlah nama, antara lain AM Hendropriyono, Muchdi PR, Bambang Irawan, Indra Setyawan, dan Ramelga Anwar, karena diduga merupakan aktor-aktor yang terlibat dalam permufakatan jahat pembunuhan Munir," kata Bivitri dalam konferensi pers di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).

Tapi Hendropriyono menolak, dipanggil dia tak datang dan bersikap tidak kooperatif atas semua panggilan yang dilayangkan TPF.

Baca juga: KASUM Sebut 5 Nama Diduga Aktor Pembunuhan Aktivis HAM Munir, Salah Satunya AM Hendropriyono

"Sekali lagi, upaya tersebut kandas. AM Hendropriyono tetap tidak dapat disentuh oleh proses penegakan hukum menunjukkan bahwa ada impunitas hukum di sini," kata Bivitri.

Kompas.com berupaya menghubungi Hendropriyono terkait pernyataan KASUM ini. Namun, belum ada respons dari Hendropriyono.

Yang menjadi persoalan adalah keberadaan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tidak diketahui sampai saat ini.

Padahal menurut TPF, mereka sudah menyerahkan langsung salinan dokumen penyelidikan itu ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 24 Juni 2005 di Istana Negara, tanpa melalui Sekretariat Negara.

Baca juga: KASUM Sebut Nama Pembunuh Munir yang Diungkap Hacker Bjorka Bukan Hal Baru

Hal itu dibenarkan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.

"Setahu saya pada waktu itu TPF menyerahkan laporan itu langsung by hand kepada Presiden," kata Yusril saat dihubungi Kompas.com pada 13 Oktober 2016.

Yusril menjelaskan, saat itu SBY tidak memerintahkan agar Sekretariat Negara mengarsipkan dokumen tersebut.

Oleh karena itu, Yusril menilai wajar apabila saat ini dokumen tersebut tidak ada di Sekretariat Negara.

"Kalau ditanya ke saya di mana arsip itu, ya tanya saja sama SBY," kata dia.

Yusril menilai, memang tidak semua dokumen yang diserahkan kepada Presiden harus diregistrasi di Setneg.

Hanya saja, yang jadi permasalahan adalah SBY tidak mengumumkan dokumen hasil tim pencari fakta itu hingga akhir masa jabatannya.

Akan tetapi, dokumen itu tak pernah dibuka ke masyarakat. Bahkan, saat pemerintah diminta membukanya, dokumen penyelidikan TPF diklaim hilang.

Baca juga: KASUM: Harusnya Bentuk Tim Mencari Dokumen Pembunuhan Munir, Bukan Tim Mengejar Bjorka

Hilangnya dokumen itu baru diketahui pada pertengahan Februari 2016, yakni pada saat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendatangi kantor Sekretariat Negara (Setneg) meminta penjelasan dan mendesak supaya hasil laporan TPF segera diumumkan.

Isi rekomendasi TPF Munir

Isi rekomendasi TPF Munir pernah dibacakan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dalam jumpa pers di kediaman SBY di Puri Cikeas, Bogor, pada 25 Oktober 2016.

Hal itu dilakukan setelah muncul desakan supaya Presiden SBY membuka dokumen TPF Munir.

Isi lengkap rekomendasi TPF itu adalah sebagai berikut:

  1. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk meneruskan komitmen Presiden dalam pengungkapan kasus pembunuhan Munir secara tuntas hingga mencapai keadilan hukum. Untuk itu perlu dibentuk sebuah tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat guna menindaklanjuti dan mengembangkan temuan-temuan TPF, serta mengawal seluruh proses hukum dalam kasus ini, termasuk dan terutama yang dapat secara efektif menindaklanjuti proses pencarian fakta di lingkungan BIN.
  2. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri melakukan audit atas keseluruhan kinerja tim penyidik kasus meninggalnya Munir dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan kapasitas penyidik Polri secara profesional dalam mengusut tuntas permufakatan jahat dalam jangka waktu yang wajar.
  3. TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri agar melakukan penyidikan yang lebih mendalam terhadap kemungkinan peran Indra Setiawan, Ramelga Anwar, AM Hendropriyono, Muchdi PR, dan Bambang Irawan dalam permufakatan jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Menurut penjelasan Sudi, naskah penyelidikan TPF Munir itu diberikan kepada SBY selaku Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menteri Hukum dan HAM, serta Sekretaris Kabinet.

Bahkan dalam jumpa pers itu, Sudi meminta supaya pihak-pihak yang masih menyimpan dokumen TPF itu supaya menyerahkannya kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Partai Berkarya Curiga Bjorka Ungkit Muchdi Pr di Kasus Munir Hanya untuk Pengalihan Isu

"Kami berharap para pejabat yang sedang mengemban tugas di jajaran lembaga kepresidenan, baik saat ini atau di masa Presiden SBY yang mengetahui di mana naskah itu disimpan, bisa menyerahkannya ke Presiden Jokowi," ujar Sudi.

Kronologi kasus pembunuhan Munir

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Menurut laporan Munir wafat saat pesawat itu melintas di langit Rumania.

Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Saat kasus pembunuhan Munir terungkap, AM Hendropriyono menjabat sebagai Kepala BIN.

Baca juga: Muchdi Purwoprandjono, Tokoh BIN yang Sempat Terseret Kasus Munir

Menurut Ketua TPF Munir Marsudhi Hanafi, saat itu Hendropriyono menjadi salah satu orang yang dianggap patut diperiksa.

Sebab, kasus pembunuhan Munir diduga melibatkan sejumlah anggota BIN dan Hendropriyono sebagai pimpinan tertinggi dianggap mengetahui hal itu.

Akan tetapi, kata Marsudhi, keterlibatan Hendropriyono dalam kasus pembunuhan Munir tidak terbukti.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir juga telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia karena terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir, dengan cara memberikan racun arsenik ke dalam minuman korban.

Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 27 Maret 2006.

Baca juga: Usman Hamid Tolak Jadi Anggota Tim Ad Hoc Kasus Munir, Komnas HAM: Kami Cari Nama Lain

Akan tetapi, pada 3 Oktober 2006, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara.

Menurut MA, Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan.

Lantas Kejaksaan Agung (Kejagung) mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas putusan MA.

Pada 26 Juli 2007, MA mengabulkan PK yang diajukan Kejagung dan menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun kepada Pollycarpus. Pollycarpus kemudian mengajukan PK.

Pollycarpus kemudian bebas bersyarat pada 13 November 2014 setelah menjalani 8 tahun masa hukuman. Dia bebas murni pada 29 Agustus 2018.

Pollycarpus meninggal pada 17 Oktober 2020 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, akibat infeksi Covid-19.

Baca juga: 18 Tahun Kasus Munir dan Laporan TPF yang Masih Menjadi Misteri

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap berperan menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.

Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.

Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

(Penulis : Achmad Nasrudin Yahya, Singgih Wiryono | Editor : Bayu Galih, Bagus Santosa, Dani Prabowo, Sabrina Asril)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com