JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan perbedaan status hukum Putri Candrawathi dengan tahanan perempuan yang membawa balita ke penjara.
Wanita yang akrab disapa Ami itu mengatakan, dalam penegakan hukum, Putri Candrawathi masih berstatus sebagai tersangka.
Dalam status tersangka ini, berlaku hak perempuan yang berhadapan dengan hukum dan hak maternitas karena Putri memiliki seorang anak balita.
Baca juga: Komnas Perempuan Klaim Tak Pernah Beri Rekomendasi Terkait Status Penahan Putri Candrawathi
Di sinilah berlaku General Recommendation No 33 on Womens Access to Justice dari Committee on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW).
"Di aturan internasional di Rekomendasi Umum Nomor 33 Tahun 2015 tentang akses perempuan terhadap keadilan itu dinyatakan bahwa penahanan sebelum persidangan adalah upaya paling akhir (untuk perempuan yang berhadapan dengan hukum)," ucap Ami saat dihubungi melalui telepon, Rabu (7/9/2022).
"Berarti kan itu (perlakuan polisi ke Putri) harus dipahami berlaku untuk semua perempuan yang berhadapan dengan hukum," sambung dia.
Baca juga: Bripda Djani Dikambinghitamkan...
Beda soal jika Putri sudah ditetapkan sebagai terpidana lewat proses pengadilan.
Dalam kasus terpidana membawa balita, Komnas Perempuan mendorong pemerintah agar memberikan fasilitas yang baik, bukan untuk orangtua yang menjalani hukuman, melainkan fasilitas untuk tumbuh kembang anak yang terpaksa dibawa ke dalam penjara.
"Kalau menjadi terpidana di Undang-Undang Permasyarakatan, dia (terpidana) boleh bawa bayi atau membawa anaknya sampai dengan usia 3 tahun (ikut di dalam penjara)," imbuh Ami.
"Nah, yang juga disalahpahami publik, karena boleh membawa anak, maka negara harus menyediakan fasilitas yang baik untuk anak-anak yang dibawa ibunya ke dalam, bukan (pemahaman keliru fasilitas) untuk ibunya," sambung dia.
Baca juga: [HOAKS] Putri Candrawathi Bunuh Diri di Rumahnya
Namun, tidak sedikit para tersangka atau terdakwa perempuan yang belum menjadi terpidana dan memiliki hak maternitas mengalami penahan oleh pihak kepolisian.
Karena aturan penahan terhadap tersangka saat ini, kata Ami, murni penilaian dari pihak penyidik kepolisian.
Komnas HAM yang sering kali memberikan rekomendasi penangguhan penahanan lewat hak maternitas dan hak perempuan berhadapan dengan hukum pun, menurutnya, juga sering mengalami penolakan dari kepolisian.
"Karena itu, kewenangan ada di aparat penegak hukum yang indikator ujinya itu tidak ada," papar Ami.
Baca juga: DPR Awasi Bareskrim, Pastikan Dugaan Pemerkosaan Putri Candrawathi Ditelusuri
"Nah, yang kita dorong untuk (status) penahanan itu putusannya di dalam konsep pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) oleh hakim pemeriksa pendahuluan (dan bukan lagi kewenangan polisi)," pungkas dia.