Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ferdy Sambo di Antara "Extra Judicial Killing" Km 50 dan Brigadir J

Kompas.com - 02/09/2022, 06:12 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu merupakan tindakan extra judicial killing.

Hal itu disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam ringkasan laporan temuan dari penyelidikan yang dilakukan dalam kasus Brigadir J.

"Berdasarkan temuan faktual dalam peristiwa kematian Brigadir J, disampaikan bahwa
terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan extra judicial
killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual," demikian isi laporan Komnas HAM yang dipaparkan di Jakarta pada Kamis (1/9/2022).

Baca juga: Polri Tindak Lanjuti Rekomendasi Komnas HAM soal Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi

Komnas HAM menyatakan, extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di lokasi Rumah Ferdy Sambo di Jalan Saguling III.

"Pembunuhan Brigadir J merupakan extra judicial killing atau pembunuhan terhadap
seseorang tanpa proses peradilan atau diluar proses hukum dan merupakan pelanggaran
terhadap hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup," demikian isi laporan Komnas HAM.

Alexandra Ananda Komnas HAM beberkan isi rekomendasi teknis terkait kasus pembunuhan Brigadir J yang diberikan kepada Polri.


Komnas HAM juga menyatakan, peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak dapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan yaitu adanya berbagai tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan dalam laporan dan rekomendasi itu, mereka menyertakan isu yang sama pada kasus penembakan laskar Front Pembela Islam (FPI) di rest area Km 50 yakni terkait extra judicial killing.

"Tentu saja ada isu mengenai extra judicial killing. Nanti kita bicara tentang bagaimana ke depan Polri mengatasi itu terutama ketika justru terduga pelakunya adalah pihak kepolisian sendiri," kata Taufan di dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Dalam proses rekonstruksi pada Selasa (30/8/2022) lalu terungkap Sambo yang menyusun rencana pembunuhan dan memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J.

Hal itu terlihat dari peragaan adegan reka ulang di rumah pribadi di Jalan Saguling III dan rumah dinas di Duren Tiga.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Detail Upaya Obstruction of Justice Kasus Brigadir J

Kasus Km 50

Kasus penembakan di rest area Km 50 tol Cikampek terjadi pada 7 Desember 2020.

Saat itu, 3 polisi yakni Ipda Elwira Priadi Z, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan penembakan yang mengakibatkan 6 laskar FPI meninggal.

Dalam proses penanganan kasus itu, Ipda Elwira Priadi Z meninggal dunia.

Menurut surat dakwaan jaksa penuntut umum, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin menembak karena anggota Laskar FPI yang saat itu ditangkap melawan dan mengancam keselamatan mereka.

Sebelum penembakan itu terjadi, mobil yang ditumpangi laskar FPI dan para polisi sempat terlibat kejar-kejaran dan serempetan.

Menurut keterangan polisi, saat itu laskar FPI sempat menghentikan kendaraan dan merusak mobil yang ditumpangi polisi dengan senjata tajam.

Baca juga: Komnas HAM: Brigadir J Sempat Gendong Putri Candrawathi

Polisi kemudian melepaskan tembakan. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran dan disebut ada tembakan dari mobil yang ditumpangi laskar FPI.

Polisi kemudian balas menembak dan menewaskan 2 orang laskar yang berada di dalam mobil.

Saat peristiwa itu terjadi, Sambo masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

Dia lantas membentuk tim yang terdiri dari 30 personel untuk menyelidiki peristiwa itu.

“Selain penegakan disiplin, ada fungsi pengawasan, Propam tidak sekonyong-konyong ‘masuk’ ketika ada anggota Polri melakukan pelanggaran,” kata Sambo dalam keterangannya pada saat itu.

Tim Divpropam yang diperintah melakukan penyelidikan standar operasi prosedur (SOP) anggota Polri dan peristiwa Km 50 dipimpin oleh Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divpropam, Brigjen Hendra Kurniawan.

Saat ini Hendra Kurniawan ditetapkan menjadi salah satu tersangka kasus dugaan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum dalam kasus Brigadir J.

Baca juga: Komnas HAM Minta Perlakuan Polri ke Putri Candrawathi Diadopsi kepada Perempuan Lain yang Berhadapan dengan Hukum

Rekomendasi Komnas HAM di kasus Km 50

Dalam kasus penembakan di rest area Km 50, Komnas HAM menyatakan kasus itu sebagai unlawful killing atau extra judicial killing.

Penyebabnya karena aparat kepolisian melakukan penembakan saat empat pengawal Rizieq Shihab sudah ditangkap dan hendak dibawa ke Polda Metro Jaya.

Komnas HAM menyebut saat itu polisi tidak berupaya untuk mencegah semakin banyaknya jatuh korban jiwa atas insiden pembuntutan rombongan Rizieq tersebut.

Dari fakta itulah, Komnas HAM berkesimpulan telah terjadi pelanggaran HAM.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut telah terjadi upaya pembunuhan yang bertentangan dengan hukum.

"Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap keempat anggota Laskar FPI," kata Anam pada 8 Januari 2021.

Baca juga: Komnas HAM: Banyak Opini Seolah Putri Candrawathi Diistimewakan

Komnas HAM juga menyampaikan 4 rekomendasi kepada Polri terkait kasus itu.

Rekomendasi pertama adalah kasus kematian anggota FPI itu dilanjutkan ke pengadilan pidana.

Kedua, Komnas HAM meminta dilakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang berada di 2 mobil Toyota Avanza bernomor polisi B 1739 PWQ dan B 1278 KJD.

Ketiga, Komnas HAM juga merekomendasikan kasus kepemilikan senjata api diduga digunakan laskar FPI saat kejadian diusut lebih lanjut.

Keempat, Komnas HAM meminta proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia.

Putusan sidang kasus Km 50

Dari hasil putusan sidang, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia. Namun, keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran.

Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa adalah merupakan tindakan pembelaan.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Keluarga Brigadir J dan Ferdy Sambo Alami Serangan Digital

Menurut Hakim Ketua, Muhammad Arif Nuryatna, dalam KUHP dijelaskan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satua diantaranya karena perbuatan yang dilakukan atas dasar pembelaan terpaksa.

Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.

Maka hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin keduanya dihukum dengan pidana enam tahun penjara.

Kasus Brigadir J

Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, penyidik tim khusus Polri menetapkan 5 orang tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Baca juga: Komnas HAM: Ada Dugaan Kuat Terjadi Kekerasan Seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J

Tersangka lainnya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga bernama Kuat Ma'ruf.

Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com