Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sutawi
Dosen

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia: Emas, Perak, Perunggu atau Batu?

Kompas.com - 24/08/2022, 14:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang."
(Dr. Ir. Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia)

KATA bijak Presiden Soekarno tersebut tampaknya menginspirasi para pemimpin Indonesia untuk “menggantungkan cita-cita setinggi langit”.

Pada dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menargetkan Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita meningkat dari 3.000 dollar AS pada tahun 2010 menjadi 14.250–15.500 dollar AS pada tahun 2025 dan 44.500–49.000 dollar AS pada tahun 2045 (Kemenko Bidang Perekonomian, 2011).

Cita-cita tersebut ternyata “jatuh di antara bintang-bintang”, bahkan “terjerembab di atas bukit”.

BPS mencatat pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2021 baru mencapai 4.350 dollar AS atau hanya sekitar 30 persen target tahun 2025.

Ini berarti pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya meningkat 1.349,5 dollar AS selama 11 tahun atau 122,68 dollar AS per tahun.

Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan untuk mencapai pendapatan 44.500–49.000 dollar AS per kapita pada tahun 2045 mendatang.

Presiden Joko Widodo menetapkan visi “Indonesia Emas 2045” untuk menyambut momentum usia emas kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2045.

Visi tersebut merupakan cita-cita ideal bagi Indonesia untuk menjadi negara berdaulat, maju, adil dan makmur pada tahun 2045.

Visi tersebut dirumuskan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 9 Mei 2019.

Presiden optimistis bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia pada 2045.

Indonesia diperkirakan menjadi negara berpendapatan tinggi (lebih dari 12.535 dollar AS per kapita) pada tahun 2036 dan PDB terbesar ke-5 (23.199 dollar AS per kapita) pada tahun 2045 (Kementerian PPN/Bappenas, 2019).

Ini berarti pendapatan per kapita penduduk harus naik 785 dollar AS per tahun sampai tahun 2045.

Bonus demografi

Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045, tepat saat Republik Indonesia berusia 100 tahun.

Bonus demografi adalah kondisi di mana penduduk yang berusia produktif lebih banyak dibanding dengan penduduk usia tidak produktif.

Dalam laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,96 juta pada 2045.

Dari jumlah tersebut, penduduk usia produktif (15-64 tahun) diperkirakan mencapai 207,99 juta (65 persen), sedangkan penduduk usia tidak produktif mencapai 110,97 juta (35 persen), terdiri 44,99 juta penduduk usia tidak produktif (di atas 65 tahun) dan 65,98 juta penduduk usia belum produktif (0-14 tahun).

Berdasarkan data tersebut, angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia pada 2045 diperkirakan sebesar 53,35 persen, artinya 100 penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak produktif.

Di tangan mereka yang masih bayi dan anak-anak sekarang inilah, masa depan dan nasib bangsa ini dipertaruhkan.

Stunting, kemiskinan, dan pangan

Pemanfaatan bonus demografi sebagai modal dasar mencapai visi “Indonesia Emas 2045” menghadapi tiga masalah.

Pertama, stunting (balita pendek). Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0–59 bulan, di mana tinggi badan menurut umur berada di bawah minus 2 Standar Deviasi dari standar median Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com