Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Supriatno
Dosen

Pengamat Sosial Politik, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.

 

Gurita Sambo

Kompas.com - 22/08/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Polisi adalah etalase bagi perubahan di masyarakat. Berubah-tidaknya masyarakat dapat dilihat dari penampilan polisi-polisinya”- Prof Satjipto Rahardjo,

Kasus pembunuhan Brigadir Yosua (Brigadir J) menyita perhatian publik karena menyangkut kredibilitas institusi Polri.

Masyarakat dibuat bingung karena perubahan kasus ini begitu cepat, dan selalu ada hal baru yang membuat masyarakat semakin bingung.

Saat awal-awal kasus ini diekspose, keterangan dari Polri adalah terjadi tembak menembak antara Brigadir Yosua dan Bharada E yang sama-sama merupakan ajudan Kadiv Propam saat itu, Irjen Ferdy Sambo.

Belakangan terungkap tidak terjadi tembak menembak, melainkan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua atas perintah Irjen Ferdy Sambo.

Polri pun menetapkan empat tersangka, yakni Ferdy Sambo, Bharada E, sopir Sambo bernama Kuwat Ma’ruf, serta Bripka RR.

Pada Jumat (19/8), Polri kembali menetapkan satu tersangka baru, yakni Putri Candrawathi, istri dari Ferdy Sambo. Sebelumnya, PC sempat disebut alami pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua, namun laporannya ditolak oleh Bareskrim Polri.

Kasus Brigadir Yosua ini bergulir bak ‘gurita’, memunculkan pelaku baru, peran baru, bahkan memunculkan praduga baru. Bahkan, asumsi itu semakin liar, mengaitkan institusi Polri dengan hal-hal yang tidak baik.

Di media sosial hingga dunia maya bermuculan berita-berita yang belum terbukti kebenarannya, mengaitkan Ferdy Sambo dan institusi Polri dengan hal-hal buruk.

Polri Presisi

Saat ditetapkan sebagai Kapolri, program yang ingin dilaksanakan Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo adalah Polri Presisi. Program yang sama sebenarnya sudah disampaikan para pendahulunya, tapi sampai saat ini belum menampakkan hasil signifikan.

Presisi Polri berjalan di tempat. Banyak yang berharap kali ini reformasi itu tidak sekadar retorika, tapi dilaksanakan sungguh-sungguh.

Sebenarnya bisa dipahami jika presisi yang dicanangkan para pendahulunya tidak berjalan maksimal, karena masa jabatan mereka hanya pendek.

Karena sistem urut kacang, banyak kepala Polri yang menjabat dalam waktu singkat karena terbentur masa pensiun. Rata-rata mereka menjabat dua tahun. Dalam kurun waktu tersebut agak sulit melaksanakan program jangka panjang.

Pada masa-masa itu para pejabat lebih banyak berpikir apa yang akan dilakukan setelah pensiun.

Kondisi yang berbeda dialami Listyo Sigit Prabowo, ketika dia menjadi kepala Polri pada usia yang relatif muda, sehingga punya banyak waktu melaksanakan programnya.

Dengan masa jabatan panjang ini sebenarnya tidak ada alasan program Presisi Polri tidak terealisasi. Dengan kemampuan dan pengalaman mumpuni Listyo Sigit Prabowo dan waktu yang cukup seharusnya program itu bisa dijalankan dan sukses.

Tentu ada satu lagi syarat yang sangat penting, Polri harus didukung personel yang bisa diandalkan.

Sebagai lembaga dengan sistem yang baik, Polri memiliki banyak perwira dengan kemampuan dan integritas tinggi untuk berkomitmen memajukan lembaganya.

Dibutuhkan kejelian dan sikap arif pemimpin Polri untuk memilih personel yang akan masuk dalam timnya. Memilih anak-anak muda dengan prestasi tinggi bukan sesuatu yang salah, tapi meninggalkan sama sekali para senior bisa menimbulkan masalah.

Presisi sepertinya sangat enak dan manis didengar tapi bukan sesuatu yang mudah dilaksanakan, karena masih banyak yang suka berada pada zona nyaman.

Inilah yang akan menjadi tantangan Listyo Sigit Prabowo sebagai kepala Polri dalam mewujudkan programnya.

Sebenarnya tuntutan masyarakat terhadap Polri tidak terlalu muluk. Yang penting bagaimana Polri bisa memberi pelayanan baik kepada masyarakat.

Masalah pelayanan kepada masyarakat inilah yang sebenarnya harus menjadi perhatian utama para pemimpin Polri, apalagi masyarakat memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap Listyo Sigit Prabowo.

Ujian kredibilitas Polisi

Akibat kasus ‘Gurita Sambo’ ini, mencuat berbagai penilaian terhadap institusi Polri. Kalau sebuah institusi rawan atau bahkan mengidap kompilasi penyakit bernama kejahatan istimewa extra ordinary crime, bagaimana mungkin institusi itu masih kapabel untuk diandalkan melawan dan memberantas kejahatan?

Apa masih rasional suatu lembaga penegak hukum (Polri) mendapatkan mandat untuk berdiri di garis depan penegakan hukum (law enforcement) kalau korps tersebut belum maksimal bercerai dari malpraktik profesi atau terlibat dalam kejahatan penyalahgunaan kewenangan?

Pernyataan tersebut menjadi gugatan moral profetis atas keterlibatan Polri dalam berbagai praktik ilegalitas atau penyalahgunaan kekuasaan.

Keterlibatan itu telah membuat wajah Polri semakin temaram atau menjadi institusi yang kemampuannya diragukan untuk mempertahankan, apalagi menjaga, keberlanjutan hidupnya di negara hukum ini.

Sengkarutnya wajah Polri yang terkait dengan dugaan perkara ‘Gurita Sambo’ atau penyalahgunaan profesi memang sudah lama atau sering terjadi.

Kasus rekening gendut dan mafia pajak merupakan sampel kasus sebelum kasus ‘Gurita Sambo’ yang melibatkan petinggi Polri.

Kalau semakin banyak dan komplikatif virus yang menimpa Polri, logis jika kita sampai pada kesimpulan bahwa stigma negeri ini bisa menjadi “negeri tanpa Polisi” atau negeri yang secara faktual dan de jure mempunyai elemen penegakan hukum law enforcement fundamental, tetapi di masyarakat, kesejatian dirinya telah “melepas baju” kebesarannya.

Sebagai elemen penegakan hukum, tentulah “baju kebesaran” yang dikenakan Polri ialah produk yuridis yang meregulasikan peran fundamental dan kesakralannya yang berelasi dengan pencegahan, penanggulangan, atau penanganan problem penyimpangan, penyebaran virus pembusukan hukum legal decay di masyarakat.

Polri diberi tugas ‘suci’ oleh negara untuk selalu menjadi pilar di garda kehidupan bermasyarakat dan bernegara demi terciptanya social order maupun sehatnya konstriksi implementasi sistem peradilan pidana.

Catatan kritis

Ada empat catatan kritis tulisan ‘Gurita Sambo’ dalam konteks Menyibak Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Perspektif Moral:

Pertama, Polisi sudah hilang simpati. Sebagai pengelola keamanan dan ketertiban umum, Polri dibutuhkan bagi stabilitas pemerintahan.

Dalam hal ini, kemampuan pengelolaan keamanan menjadi tolok ukur keberhasilan atau kegagalan suatu bangsa dan negara.

Kini, cara penanganan polisi atas kasus hukum menuai badai yang berpotensi munculnya krisis kepercayaan.

Kepercayaan adalah modal utama yang dibutuhkan Polri dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penegak hukum, penjaga keamanan, dan ketertiban masyarakat.

Karena itu, kewenangan mutlak dalam fungsi preventif dan represif seyogianya tidak merepresentasikan kekuasaan dan arogansi.

Memosisikan Polri berhadapan dengan masyarakat akan menjadi kontraproduktif dalam menjaga citra sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Masalahnya kini, munculnya banyak sinyalemen hilangnya simpati masyarakat terhadap polisi.

Kini, aliran dukungan masyarakat kepada kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) kian deras. Ini merupakan cermin belarasa masyarakat terhadap masalah keadilan.

Seharusnya suara rakyat (dari mana pun) dijadikan Polri sebagai masukan penting bagi upaya menegakkan hukum dan kepentingan rakyat.

Kedua, kinerja Polisi kian berat. Ke depan, tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri kian berat, yang menghendaki adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban penjelasan dari tiap tindakan polisi dengan mempertimbangkan asas kepantasan dan keadilan.

Selain itu, aktualisasi hubungan kesetaraan antara masyarakat dan polisi sebagai mitra kerja merupakan upaya yang dibutuhkan dalam mendukung terciptanya situasi keamanan yang kian kondusif.

Kini, bangsa Indonesia menjadi miris oleh meningkatnya degradasi moralitas yang mengakibatkan rasa adil dan kebenaran menjadi absurd.

Dalam membangun citra, seyogianya polisi mengedepankan komitmen, konsistensi, dan integritas guna merebut kembali simpati rakyat.

Peristiwa ini hendaknya dijadikan momen penegasan pelaksanaan Presisi Polri dengan melakukan perubahan mendasar atas kultur yang mendasarkan supremasi hukum dan pengabdian.

Ketiga, Polisi adalah panggilan pengabdian. Belajar dari Jepang, sebagai pelajaran, sejak awal jadi polisi, polisi Jepang didoktrin untuk melakukan tugas secara tulus dan sukarela.

Di Indonesia, orang menjadi polisi kebanyakan karena dorongan pekerjaan.

Di Jepang, seseorang menjadi polisi karena panggilan pengabdian kepada masyarakat dan bangsa. Mereka sudah terdoktrin untuk memberi yang terbaik kepada negara dan bukan meminta yang terbaik dari negara.

Mereka bisa patuh kepada doktrin itu karena mereka juga sudah terdidik mengutamakan kepentingan makro bangsa alih-alih kepentingan pribadi atau korps sendiri.

Keempat, perlu banyak polisi yang jujur. Dalam lingkungan kerja di tengah situasi yang kian kompleks, partisipasi dan dukungan rakyat menjadi hal penting guna mengoptimalkan kinerjanya dalam melindungi dan mengayomi rakyat.

Untuk memenuhi kebutuhan itu, diperlukan sosok polisi yang jujur dan kompeten dalam bidangnya.

Selain itu juga diperlukan polisi yang profesional dan proporsional dalam mengemban tugas. Ini adalah sisi lain yang diperlukan Polri guna membangun kredibilitas institusinya.

Mengembalikan kepercayaan masyarakat

Mengembangkan kepercayaan masyarakat merupakan kewajiban pokok kepolisian dalam mencapai efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Polri.

Penyelesaian kasus hukum yang melibatkan perseteruan penegak hukum seharusnya segera dituntaskan secara berkeadilan. Ketidakjelasan penanganan perkara akan berdampak hilangnya kepercayaan publik terhadap polisi.

Krisis kepercayaan pada lembaga polisi menjadikan pelaksanaan tertib hukum menjadi amat membahayakan, seperti sikap masyarakat yang tidak mau patuh pada hukum dan menganggap semua aparat polisi berperilaku buruk.

Akibatnya, prestasi besar Polri dalam memerangi terorisme dan menggerebek pabrik-pabrik ekstasi yang merusak generasi muda seakan tak berbekas dengan mencuatnya ”Gurita Sambo”.

Kekhawatiran lain dengan tidak terpenuhinya rasa keadilan masyarakat dapat menyebabkan munculnya gejolak politik dalam negeri yang dapat memengaruhi dunia perekonomian.

Gurita Sambo menjadi gonjang-ganjing perkara ”menggelinding tak tentu arah” ini jelas memengaruhi ketidaktenangan masyarakat.

Meski demikian, buruknya citra Polri tetap menjadi keprihatinan kita sebab sebagai alat negara, polisi harus tetap eksis dalam negara hukum.

Dalam hal ini, masyarakat membutuhkan jaminan keamanan, ketertiban, dan perlindungan hak milik dari polisi. Melalui kontrol dan kritik, rakyat punya andil dalam mendorong Polri yang profesional seperti diharapkan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com