JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menilai perbuatan upaya percobaan pemberian amplop berisi uang yang diduga dilakukan Irjen Ferdy Sambo kepada petugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Eva, walau petugas LPSK menolak amplop itu, tetapi upaya yang dilakukan itu sudah termasuk ke dalam pelanggaran pidana.
"Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau pejabat negara untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya, meski ditolak oleh pejabat tersebut, adalah tindak pidana suap seperti yang diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi," kata Eva saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/8/2022).
Perbuatan yang diduga percobaan suap oleh Ferdy Sambo itu dibenarkan oleh Wakil Ketua LPSK Susilaningtias.
Susi mengatakan, staf LPSK yang berkunjung ke kantor Kepala Divis Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri pada 13 Juli 2022 lalu disodori amplop dengan tebal sekitar 1 sentimer oleh orang yang diduga suruhan Ferdy Sambo.
Baca juga: Soal Amplop dari Pihak Ferdy Sambo, LPSK Siap Beri Keterangan ke KPK jika Diminta
Kedatangan petugas LPSK ke kantor Divpropam saat itu adalah untuk menindaklanjuti permohonan perlindungan yang diajukan Ferdy Sambo untuk istrinya, Putri Candrawathi, setelah kasus penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J diungkap kepada masyarakat.
"Ada peristiwa (memberikan amplop) seperti itu, tetapi bukan pada saat asesmen, yang terjadi itu pada saat awalnya. Pada awal-awal ini ada permohonan perlindungan yang diajukan kepada LPSK, nah itu diberikan pada LPSK itu dua amplop," ujar Susilaningtias saat dihubungi melalui telepon, Jumat (12/8/2022).
Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, petugas LPSK saat itu langsung menolak pemberian amplop.
Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, dalam hukum pidana korupsi, perbuatan percobaan menyuap petugas LPSK itu, walau ditolak, sudah bisa diproses.
"Karena dalam kasus dugaan suap pada LPSK itu gagal karena dikembalikan oleh yang menerima. Jadi suap ya sudah finish, sudah sempurna, sudah terjadi. Gagalnya kan setelah diberikan," ucap Boyamin.
Baca juga: Ferdy Sambo Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Amplop untuk LPSK
Sementara itu, kuasa hukum Ferdy Sambo, Irwan Irawan membantah pemberian dua amplop coklat kepada staf LPSK.
Menurut Irwan, dia telah bertanya kepada kuasa hukum lainnya, Arman Hanis mengenai pemberian suap itu.
"Waktu itu kan Arman kan sempat mendampingi kalau tidak salah ya, tapi konfirmasi dari Pak Arman tidak ada peristiwa itu," kata Irwan sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.
Dugaan upaya suap Ferdy Sambo kepada petugas LPSK itulah yang kemudian dilaporkan oleh sejumlah pengacara yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) ke KPK.
“Dilakukan salah seseorang dari stafnya Ferdy Sambo di ruangan Ferdy Sambo di Kadiv Propam,” kata Koordinator Tampak Robert Keytimu saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Senin (15/8/2022).
Menurut Robert, saat itu salah satu staf LPSK didatangi orang yang memberikan dua amplop coklat setebal 1 sentimeter. Ia menyebut, amplop tersebut merupakan titipan dari "bapak".
Dalam keterangan resminya, Tampak juga melaporkan dugaan janji pemberian uang Rp 2 miliar kepada tiga tersangka pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca juga: Pengakuan LPSK Tolak Amplop yang Diduga Pemberian Pihak Ferdy Sambo
Mereka adalah mantan sopir istri Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E; Brigadir Ricky Rizal atau RR; dan asisten rumah tangga, Kuat Maruf.
Selain itu, mereka melaporkan dugaan suap kepada seorang sekuriti untuk menutup portal jalan di kompleks tempat tinggal Sambo, di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan.
“Upaya pihak-pihak tertentu menghalalkan segala cara dengan dugaan suap atas kasus ini merupakan upaya permufakatan jahat untuk merusak penegakan hukum,” kata Robert.
Tampak mengetahui dugaan upaya suap tersebut dari sejumlah pemberitaan di media massa.
Ia mengingatkan, dugaan upaya suap itu masuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Robert dan rekan-rekannya meminta KPK mengusut dugaan upaya suap kepada LPSK, Bharada E, Brigadir RR, dan Kuat.
“(Mendesak) melakukan penyelidikan dan penyidikan atas terjadinya dugaan suap,” ujar Robert.
Baca juga: LPSK Akui Diberi Dua Amplop Berisi Uang dari Pihak Ferdy Sambo, tapi Langsung Dikembalikan
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan dugaan suap yang dilakukan oleh Sambo yang merupakan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
Ia mengungkapkan, sepanjang ada laporan dugaan suap yang dilakukan Ferdy dan laporan tersebut layak untuk ditindaklanjuti melalui proses penyidikan, maka KPK akan menindaklanjutinya.
”Kalau di pengaduan kami ada masuk, tentu secara prosedural kami akan menindaklanjuti untuk kemudian ditelusuri apakah benar laporan tersebut adanya dugaan tindak pidana korupsinya,” kata Ghufron, Rabu (17/8/2022), dikutip dari Kompas.id.
Tim khusus (Timsus) Polri menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, serta seorang sipil yang merupakan asisten rumah tangga istri Ferdy Sambo, Kuat Maruf (KM).
Baca juga: LPSK Mengaku Tolak Amplop dari Bapak Usai Bertemu Ferdy Sambo di Kantor Propam Polri
Seluruh tersangka saat ini sudah ditahan. Bharada E ditahan di rumah tahanan negara (Rutan) Bareskrim. Sedangkan Sambo ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam pemeriksaan, Sambo menyatakan memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J karena korban melecehkan harkat dan martabat keluarganya di Magelang, Jawa Tengah.
Peristiwa dugaan pembunuhan itu terjadi di rumah dinas Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Mabes Polri baru mengumumkan peristiwa itu pada 11 Juli 2022.
Di sisi lain, sampai saat ini tercatat ada 36 polisi yang melanggar kode etik dari 63 polisi yang diperiksa Inspektorat Khusus (Irsus) dalam penanganan kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Mereka diduga melanggar etik terkait upaya menghalangi proses penyidikan kasus Brigadir J.
(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Icha Rastika, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.