Restrukturisasi sudah mulai bergerak, ditandai pembubaran Satgassus dan pergantian sejumlah pejabat Polri.
Bahkan, pada hari-hari mendatang, tidak tertutup kemungkinan banjir bandang internal Polri masih akan terus berlangsung.
Harapan luas, topan badai itu akan semaksimal mungkin membersihkan Polri dari anasir-anasir yang menegakkan tembok senyap tadi.
Berikutnya adalah pertanggungjawaban dari sisi anggaran. Masa pertanggungjawaban anggaran memang belum tiba.
Namun sebagai perbandingan, mengacu studi di negeri Paman Sam, “biaya” bagi satu kasus fatal shooting adalah setara 1,5 juta dolar Amerika Serikat. Biaya itu, bahkan satu sen pun, harus lembaga kepolisian pertanggungjawabkan.
Atas dasar itu, penting bagi DPR dan Presiden nantinya untuk meninjau ulang anggaran Polri, sebagai konsekuensi dari peristiwa Duren Tiga Berdarah.
Idealnya, Polri sejak kini melakukan analisis kebutuhannya secara lebih cermat. Dengan analisis yang baik, Polri akan dapat merelokasi anggaran yang dimilikinya ke pos-pos yang lebih relevan untuk kepentingan—antara lain—penajaman standar etik, pelurusan jiwa korsa, penguatan kemampuan investigasi, dan peningkatan efektivitas komunikasi publik.
Berlanjut ke parameter keberhasilan berikutnya, yaitu objektivitas. Dari sisi objektivitas, Polri harus bisa memastikan bahwa kerja penyidikan atas kasus Duren Tiga Berdarah diletakkan pada kaidah normatif dan sesuai rambu-rambu keilmuan (saintifik), serta tidak berkelak-kelok dengan menjadikan diskresi sebagai tamengnya.
Terakhir, transparansi. Profesionalisme kerja penyidik dan inspektorat memang elemen kunci. Namun kerja itu juga mutlak harus ditopang oleh kehumasan yang efektif.
Humas Polri-lah yang bertugas mengomunikasikan penanganan kasus Duren Tiga Berdarah oleh Tim Khusus dan Inspektorat Khusus—keduanya bentukan Mabes Polri—ke media dan masyarakat seluas-luasnya.
Pertanyaanya, seberapa jauhkan keberhasilan Polri menangani kasus pembunuhan dan obstruction of justice Duren Tiga Berdarah?
Dengan memakai empat parameter di atas, nilai bagi Polri saya bubuhkan dengan tinta biru atau hitam. Mungkinkah nilai Polri dalam rapor Duren Tiga Berdarah itu ditulis dengan tinta emas?
Kasus Duren Tiga Berdarah lebih dari sekadar persoalan pidana. Kasus tersebut merupakan kesempatan baik bagi Polri—sebagaimana institusi-institusi kepolisian lainnya—untuk membuktikan kesungguhan korps Tribrata dalam melawan musuh terbesarnya: diri sendiri.
Tentu, Polri membutuhkan kekuatan nyali luar biasa untuk melakukan pembongkaran besar-besaran terhadap rupa-rupa subkultur menyimpang yang telah mewabah selama bermasa-masa itu.
Perekrutan eks-personel KPK dan penghargaan bagi pelukis mural (pengritik!) Polri memunculkan tanda-tanda alam yang positif tentang Polri.
Tanda alam berikutnya, bahkan sangat monumental, potensial datang dari terpenuhinya empat parameter keberhasilan penanganan tragedi Duren Tiga Berdarah.
Allahu a’lam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.