Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rino Irlandi
Peneliti

Alumnus Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Konstitusionalitas Mempidana Gelandangan

Kompas.com - 17/08/2022, 08:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut Mahkamah, pelarangan aktivitas bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan negara.

Manakala negara dengan kemampuan yang ada belum sepenuhnya dapat melaksanakan kewajiban tersebut, tidak dapat menjadi alasan untuk membolehkan warga negara hidup bergelandangan.

Dengan demikian, sama sekali tidak dibenarkan bagi siapapun untuk bergelandangan dengan alasan negara belum melaksanakan kewajibannya memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Konstitusionalitas

Dengan membaca argumentasi hukum tersebut, sulit untuk mengatakan bahwa argumentasi Mahkamah Konstitusi didasarkan pada semangat pembentuk UUD 1945.

Sebab, kalau kita membaca risalah perdebatan pada waktu dirumuskannya Pasal 34 UUD 1945, semangat mendirikan negara welfare state hadir di antara peserta sidang.

Salah satu semangat itu dapat dirujuk dari lontaran komentar Harjono dari Fraksi PDIP terhadap Pasal 34 UUD 1945.

Di hadapan peserta sidang, ia mengatakan: "tetapi apapun penyesuaiannya, menurut saya kewajiban negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat merupakan suatu kebutuhan bagi sebuah pemerintahan di mana akan tercipta welfrare state."

Di dalam Buku VII Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI 1945, konsep welfare state bermakna bahwa individu-individu seperti penyandang cacat, fakir miskin, pengangguran, gelandangan atau sejenisnya menjadi titik sentral yang mendapatkan jaminan sosial.

Pertanyaan yang pantas diajukan adalah, apa yang harus dilakukan negara ketika negara sendiri tidak mampu memberi jaminan sosial kepada semua golongan tersebut?

Idealnya, tentu negara harusnya senantiasa berusaha menjamin tersedianya jaminan sosial. Karena, itulah fungsinya kita bernegara. Kita semua mau sama-sama sejahtera.

Namun, yang terjadi saat ini justru berbanding terbalik 180 derajat. Bukannya berusaha memenuhi jaminan sosial bagi golongan-golongan tersebut, negara justru mempidanakan golongan-golongan yang tidak mampu mereka jamin status sosialnya.

Sungguh, bukan itu konsep negara welfare state yang diinginkan pembentuk undang-undang dasar.

Pembentuk UUD 1945 menginginkan negara melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyat. Mereka menginginkan pemerintah dengan segala kewenangan yang ada padanya dan menggunakan segenap sumber daya yang ada untuk mewujudkan salah satu cita-cita proklamasi kemerdekaan: "...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum..."

Di sisi lain, pendekatan pidana juga bukan solusi yang tepat untuk menertibkan gelandangan. Entah pidana kurungan, apalagi pidana denda yang justru lebih memberatkan.

Sebab, dalam batas penalaran yang wajar, orang yang hidup bergelandangan pasti tidak mampu secara ekonomi. Sehingga, akan menyebabkan mereka lebih kesulitan membayar pidana denda.

Oleh karena itu, dari perspektif originalisme, pasal mempidana gelandangan merupakan pasal yang inkonstitusional atau bertentangan dengan konstitusi.

Negara harusnya menggunakan pendekatan yang lebih manusiawi dan memandang gelandangan bukan sebagai pelaku kejahatan, tetapi orang yang harus ditertibkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com