Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Jumlah Capres-Cawapres pada Pemilu 2024 Usai Koalisi Gerindra-PKB Menguat

Kompas.com - 03/08/2022, 05:06 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, kedekatan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang semakin erat dalam beberapa waktu terakhir menguatkan kemungkinan terbentuknya koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) tinggal menunggu hitungan hari.

Agung menyebutkan, jika berdasarkan pernyataan elite kedua belah pihak, KIR akan dideklarasikan resmi sebelum perayaan kemerdekaan 17 Agustus, atau setelah Rapimnas Gerindra pada 13 Agustus.

Adapun agenda utama dalam rapimnas itu untuk menanyakan kesediaan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto maju kembali sebagai calon presiden (capres).

"Tentu realitas politik ini semakin membuat dinamika koalisi yang cair, semakin mengerucut setelah sebelumnya Golkar, PAN, dan PPP resmi menggagas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)," ujar Agung dalam keterangannya, Selasa (2/8/2022).

Baca juga: KPU Ungkap PPP-PAN-Golkar Akan Daftar Pemilu Bersama, PKB Bareng Gerindra

Kemudian, Agung mencoba menebak nasib poros Gondangdia yang digagas Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta potensi bergabungnya PDI-P ke KIB.

Jika kemungkinan itu terjadi, ada tiga poros pada Pemilu 2024, yakni KIB, KIR, dan poros Gondangdia.

"Artinya, besar kemungkinan poros atau paket capres-cawapres yang bakal berlaga di arena pilpres minimal tiga koalisi jika PDI-P tak melangkah sendiri dengan paket capres-cawapresnya," tuturnya.

Namun, skenario itu buyar jika PDI-P memilih maju sendiri.

Sehingga, Pemilu 2024 berpotensi terbentuk empat koalisi atau empat pasang capres-cawapres.

Baca juga: PKB Siap Cak Imin jadi Cawapres jika Berkoalisi dengan Gerindra

"Skema tadi berlaku jika poros Gondangdia, PDI-P, KIB, dan KIR sampai akhir masa pendaftaran di KPU tak melakukan manuver zig-zag yang bisa mengubah peta jalan koalisi yang sebelumnya sudah eksis," kata Agung.

Agung mengatakan, saat ini prospek KIR yang digagas Gerindra-PKB lebih menarik untuk dicermati dibanding KIB atau poros lain.

Pasalnya, KIR berani mengajukan nama Prabowo sebagai capres. Sementara Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mulai didaulat sebagai kandidat cawapres.

Setelahnya, KIR harus memformulasikan pasangan Prabowo-Cak Imin agar membahas visi, misi, program, dan inovasi kebijakan secara terstruktur, sistematis, dan masif supaya publik bisa terlibat dan tercerdaskan dalam memahami persoalan bangsa.

"Pada bagian lain mengemukanya pasangan Prabowo-Cak Imin ini bisa menghadirkan tren presidensialisasi partai di tengah koalisi, di mana ketua umum atau orang kuat di partai sebagai pemilik tiket, maju menjadi kandidat capres-cawapres atau minimal menentukan kader pilihannya maju ke arena pilpres," ucap Agung

.Baca juga: Gerindra-PKB Segera Umumkan Koalisi, Akan Usung Prabowo-Muhaimin?

Jika hal tersebut terjadi, lantas bagaimana nasib Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan capres pilihan publik lainnya yang bukan ketua umum, orang kuat di partai, ataupun kader partai?

Menurut Agung, tarikan antara aspirasi publik dan kepentingan elite perihal capres ini menghadirkan dinamika politik di level partai maupun koalisi.

Ini pula yang menjelaskan mengapa sampai sekarang baik PDI-P, KIB, poros Gondangdia mengulur waktu untuk menentukan capres-cawapresnya.

"Padahal nalar ini hanya tepat bagi PDI-P yang memang sedari awal sudah memenuhi presidential threshold. Sehingga KIB maupun poros Gondangdia perlu bergegas sebagaimana KIR agar tak kehilangan momentum atau sekadar jadi pelengkap koalisi, karena masih banyak pekerjaan rumah setelah nama capres-cawapres diumumkan," ucap Agung.

Baca juga: Koalisi Gerindra-PKB, Siapa Pikat Prabowo buat Jadi Cawapres pada 2024?

Lebih jauh, dia mengungkapkan internal PDI-P yang sementara ini menguat nama Puan Maharani sebagai capres, di saat Ganjar juga moncer di publik.

Selain itu, untuk di KIB maupun poros Gondagdia, para ketum sedang berebut tiket pilpres sambil mencari titik tengah melalui figur-figur alternatif atau skema mutualisme lainnya sehingga diskursus soal ini tak sampai berlarut-larut menganggu soliditas koalisi.

Di saat inilah ada 3 hal yang menurut Agung perlu diperhatikan agar Pemilu 2024 bisa menjadi sarana efektif untuk memastikan konsolidasi maupun substansi demokrasi bisa terealisasi.

"Pertama, skema 3 poros mesti menjadi konvensi tak tertulis dalam Pilpres 2024 bagi partai-partai peserta, agar polarisasi yang selama ini terjadi dalam 2 pemilu sebelumnya tak terulang kembali," ucap Agung.

"Walaupun tetap diperlukan revisi aturan agar pilpres besok hanya berlangsung 1 putaran saja atau kandidat capres-cawapres suara terbanyak langsung ditetapkan sebagai pemenang agar aspirasi persatuan dan kesatuan nasional ini terwadahi dalam aturan yang solid," sambungnya.

Kedua, lanjut Agung, baik partai maupun kandidat yang memiliki elektabilitas, masing-masing memiliki posisi yang bisa ditawarkan.

Bila partai dan koalisinya memiliki tiket pilpres, maka capres-cawapres yang elektabilitasnya tinggi, punya magnet figur untuk menghadirkan coattail effect bagi partai saat pileg nanti.

Itu artinya, masing-masing pihak, baik capres-cawapres maupun koalisi pengusung dituntut untuk aktif berkomunikasi sebelum sepakat berkolaborasi agar panggung pilpres memiliki legitimasi kokoh untuk meraih simpati elit dan publik.

"Jangan sampai muncul persepsi mempertentangkan atau meniadakan salah satunya. Karena bila tak cermat, akan berimbas bagi raihan elektoral," kata Agung.

Terakhir, Agung menyampaikan, bagi Prabowo, Cak Imin, dan ketum partai lainnya, ini menjadi waktu yang tepat untuk membuktikan kapasitas publiknya dengan beragam inovasi kebijakan.

Apalagi, hampir sebagian besar ketum partai saat ini memiliki jabatan publik.

Sementara untuk Anies, Ganjar atau sosok lain yang memiliki elektabilitas namun bukan kader partai atau orang kuat partai, maka ini adalah waktu yang tepat untuk menghadirkan gebrakan-gebrakan monumental.

Sehingga, jabatan publik yang dimiliki dapat menjadi panggung atraktif.

"Jangan sampai karena pilpres semakin dekat atau masa jabatan akan berakhir fokus teralihkan dengan selebrasi pencitraan yang berlebihan," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com