Umam berpendapat, Gerindra setidaknya punya dua alasan untuk lebih mempertimbangkan Khofifah.
Pertama, partai pimpinan Prabowo itu hendak menyasar basis pemilih loyal Nahdlatul Ulama (NU), khususnya di kalangan ibu-ibu.
Kalangan Nahdliyin ini umumnya tergabung dalam jaringan Muslimat, Fatayat, maupun alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berasal dari akar kultural Nahdliyyin.
"Semua itu diharapkan bisa menjadi trade off atau pertukaran kekuatan pemilih, sebagai pengganti atas kekuatan dukungan yang hilang atau setidaknya menurun secara signifikan dari basis dukungan kelompok muslim di wilayah Sumatera, Jawa Barat, NTB, dan lainnya di 2024 mendatang," ujar Umam.
Kedua, kata Umam, Gerindra telah berhitung bahwa salah satu faktor kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019 karena terjadinya defisit dukungan di wilayah Jawa Timur.
Oleh karenanya, penguasaan wilayah Jawa Timur diharapkan mampu mendorong kemenangan Prabowo pada pilpres mendatang.
Namun demikian, Umam mengatakan, upaya menyandingkan Prabowo-Khofifah berpotensi terganjal oleh sejumlah realitas politik.
Pertama, Khofifah tidak memilik rumah politik yang jelas. Kendati punya kedekatan sejarah dengan partai Islam seperti PKB dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mantan Menteri Sosial itu justru diusung oleh Demokrat dan Golkar pada Pilkada Jatim 2018.
Baca juga: Gerindra Kantongi Nama Cawapres untuk Prabowo
Kedua, lanjut Umam, PKB sebagai partai yang akan berkoalisi dengan Gerindra, diprediksi akan terus menawarkan nama Cak Imin sebagai cawapres.
Ketiga, suara Nahdliyin berpotensi terbelah pada 2024 dan tidak sesolid saat Pilpres 2019, ketika politik identitas menguat dan Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin jadi cawapres Joko Widodo.
"Indikator ketidaksolidan basis massa Nahdliyin pada 2024 mendatang ditandai oleh tersulutnya akar konflik antara elite PKB dan elite PBNU, hingga tidak adanya nama tunggal yang berpotensi menjadi pemersatu kekuatan Nahdliyin pada Pilpres 2024 mendatang," kata Umam.
Umam mengatakan, elektabilitas Imin maupun Khofifah kini masih sama-sama rendah.
Oleh karenanya, Gerindra disebut tidak berharap banyak pada elektabilitas tokoh, melainkan dukungan dari pemilih loyal Nahdliyin sebagai pengganti dari hilangnya dukungan basis pemilih Islam di Jawa Barat, Banten, hingga Sumatera yang selama ini menopang partai tersebut.
"Karena itu, yang diinginkan Gerindra adalah mendapatkan nama Cawapres yang benar-benar bisa mengonsolidasikan basis suara Nahdliyin," kata dosen Universitas Paramadina itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.