Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahyudin Jadi Tersangka Kasus ACT, Pengacara Pertimbangkan Praperadilan

Kompas.com - 27/07/2022, 12:20 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengacara mantan presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, Teuku Pupun Zulkifli, mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan rencana pengajuan praperadilan.

Adapun Ahyudin resmi ditetapkan tersangka kasus penyelewengan dana sosial ACT oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

“Ada dua kemungkinan, bisa kami menempuh praperadilan atau bisa juga kami menghadapi di persidangan. Kami akan bicarakan dengan tim dan Pak Ahyudin,” kata Pupun saat dikonfirmasi, Rabu (27/7/2022).

Baca juga: Kasus Penyelewengan Dana ACT dan Menilik Arti Perusahaan Cangkang

Menurut Pupun, pihaknya baru mendapatkan pemberitahuan penetapan tersangka pada Selasa (26/7/2022) malam.

Pupun mengatakan, pihaknya juga sudah memperkirakan soal penetapan tersangka terhadap kliennya.

Ia mengatakan, keputusan terkait langkah hukum atas penetapan tersangka akan diambil setelah mempertimbangkan situasi pemeriksaan yang akan dijalani Ahyudin pada Jumat (29/7/2022) besok.

“Tergantung kondisi besok hari Jumat. Insya Allah, beliau dan kuasa hukumnya hadir sebagai bentuk tanggung jawab moral, meskipun beliau tidak berbuat sebagaimana yang dituduhkan,” ujarnya.

Diketahui, Ahyudin ditetapkan tersangka kasus penyelewengan dana ACT bersama tiga tersangka lainnya pada Senin (25/7/2022).

Ketiga tersangka lainnya adalah Ibnu Khajar selaku presiden ACT saat ini, Hariyana Hermain selaku pengawas yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT saat ini.

Kemudian, Novariadi Imam Akbari selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.

Penetapan tersangka dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara. Para tersangka dikenakan pasal berlapis.

Menurut polisi, mereka dikenakan pasal soal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang.

"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Baca juga: JK Ingatkan PMI Berkaca dari Kasus ACT agar Tak Kena Masalah Hukum

Setelah ditetapkan tersangka, penyidik masih belum langsung menahan Ahyudin, Ibnu Khajar, dan 2 tersangka lainnya.

Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan, penyidik masih akan menjadwalkan pemeriksaan tersangka kepada 4 orang tersebut pada Jumat (29/7/2022) mendatang.

"Keputusan ditahan atau tidak akan ditentukan setelah pemeriksaan sebagai tersangka," kata Whisnu saat dikonfirmasi, 26 Juli 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com