Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disanjung lalu Dijatuhkan, Kisah Gus Dur Dilengserkan MPR 21 Tahun Lalu

Kompas.com - 23/07/2022, 06:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat hari ini, 21 tahun yang lalu atau 23 Juli 2001, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dimakzulkan dari tampuk kekuasaan Presiden RI.

Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI selaku lembaga tertinggi negara saat itu melalui Sidang Istimewa.

Padahal, dia baru menjabat sebagai presiden selama 21 bulan, terhitung sejak 20 Oktober 1999.

Baca juga: Humor Cerdas Gus Dur Terkenal hingga ke Jerman

Detik-detik pelengseran Gus Dur terasa mencekam. Rakyat yang mendukung presiden keempat RI itu menyemut di Istana Kepresidenan Jakarta, berhadapan dengan militer yang berseliweran di sekitarnya.

Nuansa haru juga mewarnai momen tersebut tatkala Gus Dur tak kuasa menahan air matanya.

Disanjung

Ruang sidang MPR riuh di penghujung rapat paripurna 20 Oktober 1999. Tak terbayangkan oleh siapa pun Gus Dur bakal terpilih menjadi presiden saat itu.

Beberapa hari sebelum paripurna digelar, MPR yang dipimpin oleh Amien Rais menolak laporan pertanggungjawaban Presiden ketiga RI, BJ Habibie. Imbasnya, Habibie mengundurkan diri dari arena pencalonan presiden.

Praktis, gelanggang pemilihan presiden menjadi milik berdua, antara Gus Dur yang mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Megawati Soekarnoputri yang memimpin PDI Perjuangan.

Baca juga: Saat Gus Dur Digoyang Skandal Buloggate-Bruneigate...

Banyak pihak mengira pertarungan akan dimenangkan oleh Megawati. Sebabnya, selain suara PDI-P yang lebih besar dari PKB di pemilu, kondisi fisik Gus Dur kala itu sudah payah.

Namun, tak disangka, Gus Dur berhasil unggul dengan mengantongi 373 suara, 60 suara lebih banyak dari Megawati.

Beberapa hari sebelum pemilihan presiden digelar, Gus Dur seakan mendapat dukungan penuh dari Amien Rais yang saat itu baru terpilih menjadi Ketua MPR. Demikian diceritakan Greg Barton dalam Biografi Gus Dur.

Saat itu, Amien bahkan bilang bahwa Gus Dur menjadi satu-satunya harapan untuk mempersatukan rakyat Indonesia.

"Greg, Gus Dur lah satu-satunya yang dapat mempersatukan muslim, nonmuslim, dan yang lainnya. Segalanya tergantung kepadanya. Dia adalah harapan kita satu-satunya," kata Amien Rais kepada Greg Barton.

Benar saja. Selang beberapa hari setelahnya, Gus Dur betul-betul menjadi presiden. Sementara, Megawati yang terpilih jadi wakilnya.

 *** Local Caption *** Presiden Tidak Akan Mundur. 
Presiden Wahid tidak akan datang ke Sidang Istimewa MPR yang dipercepat karena  melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal. Demikian Presiden kepada wartawan di Credential Room Istana Merdeka Sabtu pagi.
 
Terkait Berita Dimuat Minggu, Kompas 22 Jul 2001 hlm: 1.

Judul Amplop: Keterangan Gus DurJB Suratno *** Local Caption *** Presiden Tidak Akan Mundur. Presiden Wahid tidak akan datang ke Sidang Istimewa MPR yang dipercepat karena melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal. Demikian Presiden kepada wartawan di Credential Room Istana Merdeka Sabtu pagi. Terkait Berita Dimuat Minggu, Kompas 22 Jul 2001 hlm: 1. Judul Amplop: Keterangan Gus Dur

Dijatuhkan

Jabatan Gus Dur baru menginjak bulan ke-21 saat riak-riak politik menggoyangkan kursi kekuasaannya.

Gus Dur diterpa sejumlah isu kontroversial. Salah satu yang paling kencang ialah tudingan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atas dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar 4 juta dollar AS.

Baca juga: Karena Bukan Gus Dur dan karena Kearifan Abah Hasyim

Situasi politik makin memanas hingga akhirnya MPR mengagendakan Sidang Istimewa digelar pada 23 Juli 2001.

Mendengar kabar ini, jelang tengah malam 22 Juli 2001, Gus Dur mengadakan pertemuan dengan salah seorang Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi dan tujuh ulama sepuh di Istana Negara.

Dikutip dari laman resmi PBNU, pertemuan kala itu berlangsung khidmat dan penuh haru.

Gus Dur tak kuasa kuasa menahan air matanya. Ia berkali-kali meminta maaf karena merasa tidak berterus terang ke para ulama mengenai situasi politik yang dihadapinya.

Tangis suami Sinta Nuriyah ini pecah bukan karena lemah menghadapi situasi politik saat itu. Namun, dia memikirkan para ulama dan pendukungnya yang berkomitmen kuat untuknya.

Baca juga: Mengingat Langkah Gus Dur Selesaikan Konflik Di Papua

Atas dorongan para ulama dan pengurus pondok pesantren, lewat tengah malam memasuki tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.

Maklumat itu memuat 3 poin utama yakni pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, dan pembekuan Golkar.

Langkah Gus Dur tersebut justru membuat Parlemen kian meradang. Dekrit itu tak memperoleh dukungan.

Akhirnya, melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais pada 23 Juli 2001, Gus Dur resmi dimakzulkan.

MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur dan menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai pengganti presiden.

Mencekam

Jelang pelengserannya, Gus Dur dibanjiri simpati para pendukung. Di sejumlah daerah, simpatisan Gus Dur bahkan membentuk pasukan berani mati jika presiden keempat itu diturunkan.

Laporan Kompas menyebutkan bahwa ada 300.000 relawan berani mati yang siap berangkat ke Jakarta untuk membela Bapak Pluralisme tersebut.

Namun, kala itu Gus Dur menahan massanya. Dia tidak mau ada kerusuhan, apalagi pertumpahan darah sesama anak bangsa.

Baca juga: Menelusuri Jejak Keberpihakan Gus Dur terhadap Minoritas dan yang Tertindas…

Putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, pernah mengungkapkan kesaksiannya ketika detik-detik jelang pelengseran Gus Dur.

Dia bilang, sebelum Sidang Istimewa digelar MPR, ratusan moncong panser TNI sudah mengarah ke Istana.

 *** Local Caption *** Ribuan pendukung Presiden Abdurrahman Wahid, Rabu (30/5), berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, menuntut agar Sidang DPR tidak merekomendasikan Sidang Istimewa.

Terkait berita  Kompas, 31-05-2001, 11.
Judul Amplop : Pro Gus Dur - DPRDanu Kusworo *** Local Caption *** Ribuan pendukung Presiden Abdurrahman Wahid, Rabu (30/5), berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, menuntut agar Sidang DPR tidak merekomendasikan Sidang Istimewa. Terkait berita Kompas, 31-05-2001, 11. Judul Amplop : Pro Gus Dur - DPR

Gus Dur pun meminta Alissa untuk membawa Sinta Nuriyah dan adik-adiknya pulang ke kediaman di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Dia mengaku tak bisa tenang jika keluarganya tetap berada di Istana. Apalagi, cucu pertama Gus Dur yang tak lain adalah anak Alissa, baru berumur 40 hari.

Namun, Alissa enggan meninggalkan ayahnya. Dia dihantui kisah Bung Karno yang diasingkan dan sulit bertemu keluarga jelang akhir kekuasaannya.

Gus Dur dan putrinya pun berdebat sampai-sampai Alissa menangis karena tak mau pergi.

"Keadaan sudah bahaya, biar Bapak sendiri saja yang hadapi di Istana. Karena ingat nasib Bung Karno, saya melawan. Eyel-eyelan. Apa pun yang terjadi, kalau Bapak ditangkap kami akan ikut. He wouldn't be alone (dia tidak akan sendiri)," kata Alissa dikutip dari laman resmi NU.

Baca juga: Gus Dur, Islam, dan Pancasila

Lega, kekhawatiran Alissa rupanya tak jadi nyata. Kala itu, rakyat bahkan berbondong-bondong ke Istana untuk melindungi ayahnya.

"Rakyat membanjiri istana, bertekad lindungi Gus Dur. Lalu beliau umumkan akan keluar Istana," tutur Alissa.

Di hari pemakzulan, rakyat pula yang akhirnya mengawal Gus Dur angkat kaki dari Istana Presiden.

"Besoknya rakyat menjemput dan mengawal beliau lewat pintu gerbang depan Istana, menuju panggung rakyat di Monas. Kalah politik, tetap bermartabat," kenang Alissa.

Hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti. Bahkan, Jaksa Agung dan Kepolisian sendiri sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terkait dengan kasus yang dituduhkan kepadanya.

Pascaperistiwa itu, dalam sejumlah kesempatan Gus Dur menyatakan bahwa yang menimpa dirinya murni persoalan politik kekuasaan yang dimanfaatkan oleh sejumlah orang.

Oleh karenanya, upaya pelengseran ini merupakan tindakan inkonstitusional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com