Sementara itu, impor daging pada 2017 mencapai 590 juta dollar AS, tetapi pada 2021 melesat menjadi 965 juta dollar AS.
Hal paling parah, menurut Gobel, adalah impor gandum. Pada 2017, nilai impor gandum mencapai 2,92 miliar dollar AS. Lalu pada 2021 melambung menjadi 4,07 miliar dollar AS.
“Tanah Indonesia memang tidak cocok untuk tanaman gandum. Namun kita harus melakukan diversifikasi,” ungkapnya.
Dia menegaskan, Indonesia punya komoditas pengganti tepung gandum, seperti tepung sagu, tepung singkong, tepung jagung, tepung ubi, dan tepung talas.
Gobel mencontohkan, di Kabupaten Meranti, Riau, ada mie dari bahan sagu. Untuk itu, Indonesia bisa beralih menggunakan tepung pengganti gandum.
“Maka saatnya kita beralih, seperti Vietnam membuat mi dari beras, atau Jepang membuat mie dari soba," kata Gobel.
Demikian pula untuk kue, lanjut Gobel, sudah saatnya Indonesia mengandalkan tepung berbahan lokal.
“Jadi, yang diperlukan adalah gerakan nasional mengurangi ketergantungan pangan yang berbahan gandum,” ujar dia.
Rachmat Gobel mengemukakan, pihaknya sangat peduli pada masalah pangan karena pangan menyangkut ketahanan nasional.
“Banyak pemerintahan jatuh dan suatu negara roboh karena tak mampu menyediakan pangan untuk rakyatnya,” ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.