Selain dikorup, sering terungkap pula niat suci filantropi dikotori maksud jelek segelintir orang.
Mereka inilah filantropis semu. Berpura- pura dermawan, padahal bersandiwara menutupi watak korupnya.
Biasanya, filantropis semu menggunakan kedermawanannya sebagai cuci uang hasil korupsi. Ini acap disebut sebagai mekanisme silih korupsi.
Maksudnya, uang korupsi tidak pernah seluruhnya dimakan sendiri oleh koruptor (Haryatmoko, 2003:129).
Uang korupsi sengaja dibagi-bagi kepada orang lain agar sama-sama menikmati. Caranya bisa membagi uang itu kepada panitia pembangunan tempat ibadah, membantu korban gempa, hingga lembaga amal.
Ketika koruptor itu membagi-bagikan uang, ia merasa sedang membagi-bagikan beban bersalah. Dosa ditanggung bersama-sama.
Kasus ACT dan kemungkinan mekanisme silih korupsi inilah yang mengganggu filantropis sejati. Itikad baik filantropis dicurigai.
Menyakitkan memang, tetapi kecurigaan itu tak bisa dihilangkan karena kebiasaan mekanisme silih tadi.
Di sinilah perlunya menata lembaga filantropis yang ada, terutama yang bukan berafiliasi dengan perusahaan.
Beberapa perusahaan diketahui sengaja membuat lembaga filontropi untuk melengkapi divisi CSR yang ada.
Penataan ini demi membangun tingkat kepercayaan masyarakat maupun mereka yang ingin menderma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.