Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Revisi KUHP, Anggota DPR: Percayakan ke Kita, Insyaallah Lebih Banyak Manfaat daripada Mudarat

Kompas.com - 05/07/2022, 18:38 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman meminta publik untuk mempercayakan penyempurnaan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada pemerintah dan DPR RI.

Habiburokhman yakin revisi RKUHP ini bisa memberi lebih banyak manfaat.

"Percayakan ke kita deh. Insyaallah ini sangat banyak manfaatnya daripada mudaratnya," ujar Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (5/7/2022).

Habiburokhman mengaku bahwa dirinya sebenarnya masih tidak sepakat dengan sejumlah pasal yang ada di dalam RKUHP.

Baca juga: Sejarah KUHP dan Perjalanan Menuju KUHP Baru

Hanya, menurut Habiburokhman, saat ini yang terpenting adalah mengesahkan RKUHP terlebih dahulu.

"Baru nanti uji materi kah atau apa, silakan saja. Kelamaan. Kalau mau dibongkar lagi nurutin kemauan siapa sampai selesai? Ada saja yang enggak puas," tuturnya.

Habiburokhman menjelaskan salah satu contoh manfaat dari RKUHP yang terbaru.

Dia mengatakan, dulu banyak sekali orang-orang yang bisa dijerat UU ITE dengan standar KUHP yang lama.

"Hanya karena salah nge-tweet, posting Facebook. Dengan KUHP ini bisa terselamatkan, enggak akan ada lagi yang begitu-begituan. Karena orang harus dicek mens rea-nya. Kayak Ahmad Dhani, ngomong apa tahu-tahu masuk penjara," kata Habiburokhman.

Baca juga: BEM UI Khawatir RKUHP Mengkriminalisasi Aksi Unjuk Rasa

Selanjutnya, kata Habiburokhman, mengenai pasal penyebaran berita bohong yang mengalami perbaikan signifikan di draf RKUHP terbaru.

"Karena dia menjadi unsur yang sangat materil, bukan hanya formil. Harus menimbulkan kerusuhan yang baru bisa dipidana. Yang lama kan enggak jelas. Sehingga lebih menjadi pasal formil. Dan banyak korbannya kan dengan pasal tersebut. Bahkan saya dulu kan sempat dilaporkan juga. Padahal enggak ada niat buat kegaduhan," jelasnya.

Untuk itu, Habiburokhman berpesan kepada para aktivis, mahasiswa, dan pihak lain yang menolak RKUHP terbaru agar teliti dalam menolak sesuatu.

"Harus pas juga strateginya. Jangan gara-gara yang kecil ini, yang besar malah enggak jadi kita dapatkan. Kan berjuang itu bertahap. Tidak bisa semua kita langsung dapatkan. Jangan yang sudah dapat, lepas gara-gara hal kecil yang kita persoalkan," imbuh Habiburokhman.

Muncul petisi di change.org yang menyerukan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI segera membuka draf terbaru RKUHP.

Baca juga: YLBHI: Jangan Tiba-tiba RUU KUHP Disahkan, Tidak Ada Momen Publik Kasih Masukan

Petisi ini diinisiasi oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Petisi sudah ditandatangani oleh 2.846 orang dari target 5.000 orang.

"Presiden Joko Widodo pada September 2019 menginstruksikan penundaan pengesahan RKUHP dan menarik draft RKUHP dari DPR untuk dilakukan pendalaman materi oleh pemerintah. Akan tetapi, sejak September 2019 hingga pertengahan Mei 2022 tidak ada naskah terbaru RKUHP yang dibuka ke publik," tulis Aliansi Nasional Reformasi KUHP seperti dilihat di situs change.org/BukaNaskahRKUHP, Selasa (5/7/2022) pagi.

Aliansi itu mengatakan, hingga 25 Mei 2022, pemerintah dan DPR kembali membahas draf RKUHP dengan menginformasikan matriks berisi 14 isu krusial RUU KUHP tanpa membuka draf terbarunya secara keseluruhan.

Maka dari itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyerukan kepada pemerintah untuk segera membuka draf terbaru RKUHP kepada publik.

"Berdasarkan draf RKUHP September 2019, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai masih banyak catatan kritis yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Untuk itu, kami kembali menyerukan kepada pemerintah dan DPR agar tidak langsung mengesahkan RKUHP karena publik berhak memastikan perubahan substansi tersebut," tuturnya.

Baca juga: Mengingat Lagi Instruksi Jokowi soal Revisi KUHP: Perbaikan Pasal Bermasalah hingga Pelibatan Publik

Lebih jauh, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengingatkan bahwa mereka pernah menekankan proses penyusunan RKUHP harus dilakukan secara transparan dan inklusif sebelum pengesahan RKUHP menjadi UU.

Pembahasan substansial yang dimaksud adalah, antara lain pembahasan 24 poin masalah dalam DIM yang pernah Aliansi Nasional Reformasi KUHP kirimkan dari draf RKUHP versi September 2019, bukan hanya terbatas pada 14 poin isu krusial berdasarkan versi pemerintah.

"Sebagai otoritas publik, pemerintah dan DPR berkewajiban untuk menjamin setiap penyusunan peraturan dan kebijakan publik dilakukan secara transparan, khususnya RKUHP yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas," katanya.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menegaskan, tidak membuka draf RKUHP terbaru untuk menghindari polemik publik bertentangan prinsip demokrasi yang dianut bangsa Indonesia.

Adapun petisi ini sudah dimulai sejak 8 Juni 2022 lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com