JAKARTA, KOMPAS.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan jadwal penyusunan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tak jelas sampai sekarang.
Hal ini menimbulkan spekulasi tentang partisipasi publik yang seharusnya menjadi keniscayaan dalam proses penyusunan undang-undang.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mempertanyakan pemerintah lewat Kementerian Hukum dan HAM yang menyatakan bahwa draf terkini RKUHP masih dalam proses penyempurnaan sehingga publik belum bisa mengaksesnya.
Baca juga: RUU KUHP Masih Atur Hukuman Mati, Koalisi Masyarakat Sipil: Seharusnya Tidak Boleh Ada
“Kan ada proses. Perbaikan pun ada proses, timeline. Harusnya kemudian ada kepastian, setelah selesai pembuatan itu, ada partisipasi publik, agar publik dilibatkan memberi masukan,” kata Isnur ketika dihubungi Kompas.com, Senin (20/6/2022).
“Jangan tiba-tiba disahkan di Paripurna dan tidak ada momen publik memahami dan kasih masukan. Jadi harus jelas timeline-nya itu kapan mau dipublikasikan dan sejauh mana momentum untuk masyarakat memberi masukan koreksi dan terlibat,” ia menambahkan.
Akibat tertutupnya pemerintah dan DPR, satu-satunya draf yang dapat diakses publik adalah draf RKUHP versi tahun 2019 yang menimbulkan gelombang unjuk rasa besar-besaran serta tambahan matriks yang disampaikan pemerintah kepada parlemen.
Tidak ada yang dapat memastikan apakah pasal-pasal bermasalah dalam draf RKUHP terdahulu, yang jumlahnya ditaksir lebih dari 25 poin oleh YLBHI dkk, masih ada atau dihapus maupun mengalami perubahan.
Baca juga: Anggota DPR Bantah Tak Terbuka soal RKUHP, Sebut Masih Disiapkan
Isnur mengaku khawatir karena presden yang sudah terjadi sebelumnya, sejumlah undang-undang yang ditengarai bermasalah dari segi substansi, seperti UU Minerba, UU KPK, UU IKN, UU Cipta Kerja, juga dibahas secara tidak transparan dan palu pengesahannya diketuk begitu cepat.
“Yang kami khawatirkan sekali karena pembahasan yang tidak partisipatif, tidak melibatkan publik luas, gejala pembahasan tertutup dan begitu gelap. Ini terjadi di banyak undang-undang sehingga ini menjadi kekhawatiran kami,” kata dia.
“Jadwal (penyusunan RKUHP) itu tidak ada. Kami khawatir karena misalnya UU Minerba, UU KPK, drafnya dikirim ke DPR, lalu tiba-tiba Dewan menggelar rapat Bamus (Badan Musyawarah—untuk menentukan jadwal rapat berikutnya), lalu Paripurna (pengesahan). Kami khawatir, kalau tidak dibuka sejak awal, ada proses-proses seperti itu, proses-proses yang tricky,” jelas Isnur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.