JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana legalisasi ganja medis di Indonesia kembali mengemuka.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengaku akan mengkaji hal tersebut seiring dengan rencana revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tak hanya itu, Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin bahkan meminta MUI membuat fatwa mengenai wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Langkah-langkah ini ditempuh merespons upaya Santi Warastuti, seorang ibu yang putrinya mengidap cerebral palsy, yang kini tengah mengajukan gugatan uji materi UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Karena penyakitnya, putri Santi membutuhkan pengobatan cannabis oil (CBD) yang terbuat dari ekstrak ganja. Namun, karena UU Nomor 35 Tahun 2009 melarang penggunaan narkotika untuk kepentingan medis, pengobatan ini menjadi terhalang.
Baca juga: Mengenal Pasal tentang Larangan Ganja Medis di UU Narkotika yang Digugat ke MK
Hampir 2 tahun sejak gugatan diajukan, MK tak kunjung memutus perkara ini. Akhirnya, Santi melakukan aksi membawa poster bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis" di Car Free Day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022).
Aksi ini lantas viral di media sosial dan berujung pada terbukanya kembali wacana legalisasi ganja medis di Indonesia.
Wacana legalisasi ganja medis memang sempat beberapa kali mengemuka. Selain Santi, kisah Dwi Pertiwi dan putranya Musa IBN Hassan Pedersen, juga kisah Fidelis Arie Sudewarto dan istrinya Yeni Riawati, pernah melambungkan wacana legalisasi ini.
Musa dan Yeni kini telah berpulang karena penyakit yang mereka derita. Namun, kisah keduanya patut dikenang dalam perjuangan legalisasi ganja medis yang hingga kini belum berakhir.
Dwi Pertiwi merupakan ibu dari Musa IBN Hassan Pedersen, anak laki-laki berusia 16 tahun yang mengidap cerebral palsy.
Bersama Santi Warastuti, Dwi Pertiwi mengajukan gugatan uji materi UU Narkotika ke MK pada November 2020.
Sama dengan Santi, lewat gugatan uji materi ini, Dwi ingin mengupayakan pengobatan ganja demi kesembuhan putranya.
Musa mulanya mengalami pneumonia ketika bayi. Namun, karena terdapat kekeliruan dalam diagnosa dan pengobatannya, penyakit tersebut berkemnang menjadi meningitis yang menyerang otak.
Untuk berjuang melawan penyakitnya, Musa menjalani fisioterapi dan obat-obatan antikejang. Namun, langkah tersebut tak membuat kondisi Musa membaik.
Baca juga: Pro Kontra Upaya Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis di Indonesia
Dwi Pertiwi lantas mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Dalam beberapa kasus di luar negeri, anak-anak yang menderita cerebral palsy dapat sembuh karena pengobatan ganja.
Beberapa penelitian dan jurnal ilmiah juga pernah membuktikan bahwa ganja mampu mengobati anak yang mengidap cerebral palsy.
Atas dasar itulah, Dwi Pertiwi ingin MK membatalkan larangan penggunaan ganja medis yang tertuang dalam UU Narkotika.
Namun, belum sampai mendapatkan pengobatan ganja, Musa akhirnya meninggal dunia. Putra Dwi Pertiwi itu mengembuskan napas terakhir sebulan setelah gugatan ke MK diajukan tepatnya 26 Desember 2020.
Sebelum Dwi Pertiwi dan Musa, kisah Fidelis Arie Sudewarto dan istrinya, Yeni Riawati, lebih dulu menghebohkan publik pada awal 2017.
Fidelis merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Dia menanam ganja untuk mengobati istrinya yang didiagnosa menderita syringomyelia atau tumbuhnya kista berisi cairan atau syrinx dalam sumsum tulang belakang.
Yeni didiagnosa mengidap syringomyelia pada Januari 2016. Sejak saat itu, Fidelis sendiri yang merawat Yeni di rumahnya dibantu oleh seorang perawat dan panduan perawatan penyakit syringomyelia dari sejumlah literatur.
Baca juga: Jalan Panjang Legalisasi Ganja Medis lewat Gugatan UU Narkotika di MK...
Penyakit syringomyelia membuat kondisi tubuh Yeni memprihatikan. Dia sulit tidur hingga berhari-hari.
Yeni juga tidak bisa mengeluarkan urine hingga perutnya membesar, atau sebaliknya, tak bisa mengendalikan kencing karena terjadi pembengkakan di sekitar kemaluan.
Setiap makanan yang ditelan Yeni tak berapa lama dimuntahkan kembali. Selain itu, terdapat luka besar dan dalam di pinggang tengah bagian belakang yang membuat tulang Yeni terlihat.
Kaki Yeni juga sering mengalami kram dan kebas dengan rasa sakit yang kadang membuatnya harus berteriak menahan kesakitan.
Yeni juga kerap kali mengeluarkan keringat berlebihan, sekalipun cuaca dingin atau dalam ruang yang dilengkapi AC.
Berbagai pengobatan yang sudah dijajal mulai dari obat medis, obat herbal, bahkan orang pintar. Namun, upaya itu tak mampu mengembalikan kondisi fisik Yeni.
Berbekal literatur-literatur yang didapat dari luar negeri, Fidelis akhirnya menerapkan pengobatan ekstrak ganja untuk istrinya. Ganja itu ditanam Fidelis sendiri di rumahnya.
Sejak mendapat pengobatan tersebut, kondisi Yeni berangsur-angsur membaik. Nafsu makannya mulai meningkat dan tidurnya bisa pulas sebagaimana orang pada umumnya.
Pencernaan Yeni juga mulai lancar, baik itu buang air kecil maupun buang air besar.
Tak hanya itu, lubang-lubang pada sejumlah luka di tubuh Yeni pun perlahan menutup. Pandangan mata dan penglihatan Yeni juga mulai jelas dan ingatannya mulai pulih.
Namun, keceriaan itu tak berlangsung lama. Pada 19 Februari 2017, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Fidelis karena kedapatan menanam 39 batang pohon ganja di rumahnya.
Fidelis pun ditahan oleh BNN Kabupaten Sanggau. Ekstrak ganja untuk Yeni dimusnahkan. Artinya, pengobatan ganja untuk Yeni berakhir.
Baca juga: Akhir Perjuangan Suami yang Obati Istrinya dengan Ganja, Fidelis Bebas dari Penjara
Dari situ, kondisi Yeni yang semula sudah membaik mengalami kemunduran. Ia kembali mengalami sulit tidur dan nafsu makannya turun.
Luka-luka baru di tubuh Yeni kembali terbuka, bahkan muncul di tempat baru. Perut Yeni juga perlahan bengkak.
Dia sempat dilarikan ke rumah sakit, namun kondisinya tak juga membaik.
Akhirnya, tepat 32 hari setelah Fidelis ditangkap BNN, Yeni mengembuskan napas terakhir.
Sementara, kasus hukum Fidelis terus bergulir. Pada Agustus 2017, dia divonis 8 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar atau subsider 1 bulan penjara.
Perbuatan Fidelis dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 111 dan 116 UU nomor 35 tentang Narkotika.
Kasus ini sempat menjadi perhatian publik. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyesalkan pemidanaan terhadap Fidelis.
Berangkat dari kasus ini, legalisasi ganja untuk kepentingan pengobatan disuarakan.
Kasus baru yang menjadi sorotan adalah kisah Santi Warastuti dan Pika, putrinya yang mengidap cerebral palsy.
Dalam penuturannya di acara Kompas Petang, Kompas TV, Senin (27/6/2022), warga Daerah Istimewa Yogyakarta itu menyebut bahwa Pika mulai sakit sejak tahun 2015 ketika menginjak TK nol besar.
Saat berada di sekolah, Pika beberapa kali mengalami lemas, muntah-muntah, bahkan pingsan. Peristiwa itu berulang hingga beberapa kali, hingga Pika mengalami kejang.
Akhirnya, Santi membawa buah hatinya untuk diperiksakan ke dokter ahli syaraf.
“Setelah itu muncul kejang. Kita bawa ke dokter syaraf anak. CT scan, divonis epilepsi, karena kejang tanpa demam,” kata Santi.
“Sejak saat itu Fika mulai minum obat antikejang. Lama kelamaan kejang masih ada, kemampuannya menurun, motorik kasar menurun, motorik halus menurun,” lanjutnya.
Baca juga: Ganja Demi Cinta Fidelis Diganjar 8 Bulan Penjara
Meski sudah diberi obat, kondisi kesehatan Pika terus menurun. Anak kecil itu tidak mampu lagi berjalan, dan harus keluar masuk rumah sakit.
Kejang yang dialami oleh Pika pun terus berulang, hingga akhirnya sampai pada kondisi saat ini.
“Pertama memang vonisnya epilepsi, kemudian muncul radang otak, kemudian dengan kondisi seperti ini dia disebut cerebral palcy,” kata Santi.
Ternyata, obat-obatan yang dikonsumsi Pika selama ini belum mampu menyembuhkan penyakitnya.
Oleh karenanya, melalui uji materi UU Narkotika yang ia mohonkan, Santi ingin MK melegalkan ganja untuk pengobatan. Santi berharap putrinya sembuh dari penyakit yang dideritanya.
“Kalau ada alternatif lain, ada obat lain yang bisa memperbaiki kualitas hidup Pika, salah saya apa? Saya di jalan yang benar begitu lho,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.