JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, mengatakan bahwa pemberian cuti hamil atau melahirkan selama enam bulan bagi buruh perempuan tidak akan merugikan perusahaan.
Adapun Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan mengatur masa cuti melahirkan selama enam bulan.
Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja: Rata-rata Buruh Perempuan Diberi Cuti Melahirkan 1,5 Bulan
Dalam rancangan beleid tersebut, pemberian cuti melahirkan selama enam bulan diikuti dengan pemberian gaji 100 persen untuk tiga bulan pertama dan 75 persen untuk tiga bulan berikutnya.
"Kalau bicara hitung-hitungan bisnis, pelaku usaha malah untung. Menurut kami, itu justru produktif," ujar Mirah ketika dihubungi Kompas.com pada Rabu (22/6/2022).
Di atas kertas, sebagian perusahaan khawatir ketentuan ini bakal merugikan karena lamanya waktu cuti, sedangkan biaya pengeluaran untuk membayar gaji relatif tidak berkurang secara signifikan.
Mirah mengeklaim bahwa dirinya telah menerima keluhan dari sejumlah pengusaha terkait hal ini.
Baca juga: Soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Asosiasi Serikat Pekerja: Ini Kemajuan yang Baik
Menurut dia, tak sedikit pula yang memberikan warning bahwa kelak, jika cuti melahirkan enam bulan disahkan sebagai undang-undang, buruh perempuan kemungkinan bakal sulit mendapatkan kerja atau mengembangkan karier.
Akan tetapi, Mirah memprediksi hal tersebut kecil kemungkinan akan terjadi secara masif.
"Kenyataannya, selama ini mereka (pengusaha) butuh sekali pekerja perempuan karena, mohon maaf, lebih ulet, lebih tekun, lebih fokus, lebih rajin. Mereka juga mengakui," jelasnya.
"Saya sampaikan argumentasi saya kepada mereka, meyakinkan mereka justru itu (cuti melahirkan enam bulan) malah nanti bisa lebih menambah produktivitas, kalau perusahaan memberikan ruang kesempatan untuk mereka cuti lebih lama," ungkap Mirah.
Baca juga: Plus Minus Cuti Melahirkan 6 Bulan seperti Usulan dalam RUU KIA
Ia beralasan, pemberian cuti dalam waktu yang ideal dinilai bakal membuat buruh perempuan akan lebih produktif dan fokus setelah masa cuti.
Buruh perempuan dinilai akan lebih yakin untuk meninggalkan bayinya di usia enam bulan ketimbang di usia tiga bulan sebagaimana cuti hamil saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Selama ini, pemberian cuti hamil atau melahirkan yang terlalu singkat justru membuat buruh perempuan kerap mengajukan izin absen untuk mengurus buah hati atau alasan kesehatan.
"Mereka (pengusaha) toh selama ini banyak mengeluh ke saya, banyak yang izin, atau kesiangan, karena alasan menyusui, dll. Kalau dikasih ruang (cuti) lebih luas lagi, pasti tidak ada alasan lagi. Mereka bisa lebih mengembalikan vitalitas lebih, seperti semula," ungkap Mirah.
"Kalau diberi (cuti) lebih luas lagi, nanti tentu perusahaan akan mendapatkan si perempuan ini lebih siap setelah cuti itu dan diharapkan lebih produktif. Dari sisi kesehatan dan produktivitasnya, kesehatan si ibu juga lebih mendukung," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.