TERLEPAS dari dampak negatif pandemi global, satu hal yang pasti dalam dua tahun terakhir, sektor kesehatan bertransformasi menjadi layanan yang jauh lebih efisien melalui pemanfaatan teknologi digital.
Ketika sebagian besar negara merasa dibatasi dengan birokrasi mereka sendiri untuk menjangkau rakyat, aplikasi teknologi mampu menjangkau masyarakat.
Kita sendiri alami pada Juni-Juli 2021 ketika kasus Covid-19 mencapai puncak tertingginya, Pemerintah Indonesia telah mendukung penggunaan beberapa aplikasi kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat kepada masyarakat.
Hingga awal 2022, terdapat puluhan aplikasi kesehatan rujukan yang direkomendasikan pemerintah.
Kini Indonesia mulai membuka semua mobilitas dan aktivitas publik. Apakah transformasi sektor kesehatan di masa Covid-19 bisa berkelanjutan atau hanya sesaat?
Berdasarkan Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) 2010-2017 (periode normal) menunjukkan pemerintah pusat mematuhi alokasi minimal 5 persen untuk pembiayaan sektor kesehatan selama 5 tahun terakhir hanya mencapai rata-rata 3 persen per tahun.
Di tingkat daerah, masih banyak pemerintah daerah yang berjuang untuk mencapai alokasi 10 persen untuk kesehatan.
Sekalipun anggaran secara keseluruhan memenuhi ambang batas konstitusi, model ini dianggap sebagai model minimal karena persentase 5 persen dari total anggaran negara, tidak memperhitungkan pertumbuhan ekonomi.
Transformasi sektor kesehatan telah merambah ke tingkat global di berbagai forum internasional.
Pemerintah telah meresponsnya dengan baik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun 2021.
Banyak kritik yang dilontarkan karena tertundanya tanggap darurat dan berpotensi melonggarnya pengawasan terhadap bantuan sosial.
Tahun ini, pandemi memaksa pergeseran proporsi anggaran negara ke sektor kesehatan sebagai prioritas utama akibat gelombang masif kedua pandemi Covid-19.
Karena jumlah kasus yang menurun, pemerintah memutuskan untuk menurunkan alokasi untuk sektor kesehatan, sosial dan ekonomi sebesar 20 persen dari alokasi tahun 2021 menjadi Rp 255,3 triliun (9,4 persen) pada tahun 2022.
Tantangannya tetap pada bagaimana pemerintah menggunakan momentum untuk mengubah akses dan layanan kesehatan, sosial dan ekonomi.