Data Kementerian Keuangan (Oktober 2021) menunjukkan bahwa selama Covid-19 masih ada, beberapa sektor tidak akan bisa kembali ke situasi pra-covid lagi karena efek jangka panjang dari physical distancing.
Gangguan ini telah memengaruhi lebih dari 5 juta tenaga kerja di Indonesia untuk mengalihkan mata pencaharian mereka.
Kelompok produktif terdampak membutuhkan penyangga sosial & kesehatan untuk melewati masa kritis ini.
Dengan demikian, belanja bantuan kesehatan dan sosial sebenarnya merupakan investasi prasyarat untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Lebih lanjut, kehadiran pemerintah dirasa perlu untuk menggeser privatisasi sektor kesehatan menjadi lebih pada public value selama masa pemulihan ini.
Dari sisi kebijakan publik, Paket Kebijakan Pemulihan Ekonomi (PEN) terbilang sukses dari segi perencanaan dan pandangan strategis.
Pemerintah tidak memisahkan ketiganya (sosial-ekonomi-kesehatan) sebagai eksklusif, tetapi saling melengkapi dan saling berhubungan.
Praktik terbaik ini harus tetap dipertahankan dalam menyelenggarakan ketiganya sebagai upaya terpadu tidak sepi di masa pandemi, tetapi juga di masa normal.
Belajar dari masa pandemi, beberapa kebijakan sosial antisipatif positif yang telah meningkatkan ketahanan bangsa selama pandemi adalah PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), BPJS (Jaminan Sosial & Kesehatan), dan KIS (Kartu Indonesia Sehat).
Peluncuran jaminan kesehatan semesta sebagai bagian dari kebijakan sosial di bidang kesehatan juga berkembang di beberapa rezim sejak 1968 (dari PHB-Jamkesmas-Askes-Jamsostek) dan terbaru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak 2014 melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (Jaminan Kesehatan Nasional/JKN-Kartu Indonesia Sehat/KIS).
Program ini menjadi penyangga sosial utama untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap pandemi.
Setelah masa pandemi, alokasi yang lebih terkonsolidasi untuk supremasi hukum dan tata kelola sangat diperlukan untuk mengelola risiko korupsi terutama dalam pengadaan publik di bidang kesehatan, yaitu pasokan vaksin dan obat-obatan.
Kehadiran pemerintah tidak selalu berarti kontrol yang lebih besar, tetapi untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi layanan yang efektif melalui pengaturan kerja sama yang lebih baik antara warga, swasta dan penyedia layanan kesehatan sosial.
Contoh dari Taiwan dan Korea bisa menjadi inspirasi. Korea Selatan dan Taiwan telah menciptakan sistem pasokan masker terintegrasi, bahkan sebelum wabah yang dapat memungkinkan lingkungan mobilitas yang lebih aman.
Pada akhirnya, pemerintah dapat memanfaatkan momen ini untuk menemukan kembali rantai pasok kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif dari ujung ke ujung dengan partisipasi dari pengguna langsung dan praktisi medis.
Inilah saatnya Indonesia harus merefleksikan seberapa jauh kehadiran pemerintah berarti bagi rakyatnya.
Tujuan utama dari tata kelola adalah untuk mengelola, bukan untuk mengalihkan tanggung jawab tetapi mengatur dan memimpin transformasi tidak hanya selama Covid-19, tetapi untuk perbaikan jangka panjang bagi masyarakat Indonesia yang akan berkontribusi pada pandemi yang terkendali secara global.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.