Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Menjaga Kedaulatan NKRI dan Mencegah Konflik di Kawasan Laut China Selatan

Kompas.com - 14/06/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMA beberapa tahun terakhir, Laut China Selatan (LCS) dan Laut China Timur (LCT) telah muncul sebagai arena persaingan strategis antara China dan Amerika Serikat (AS) yang berpotensi menjadi konflik bersenjata.

Persaingan itu menguat karena beberapa alasan. Partai Komunis China menerapkan kebijakan ‘satu China’ dan bila perlu mengambil alih Taiwan secara paksa.

Kedua, sikap China yang tak mau tunduk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Walau UNCLOS telah mengakui Kepulauan Spartly sebagai wilayah Filipina, China tetap saja melakukan kegiatan pembangunan pulau dan konstruksi pangkalan militer yang ekstensif di lokasi yang didudukinya di Kepulauan Spratly, serta melakukan operasi penangkapan ikan di wilayah LCS.

Masalah di LCS sebetulnya mulai mencuat pada tahun 1974. Waktu itu kapal perang China menyerang dan mengalahkan sebuah pos kecil militer Vietnam di Paracels – sebuah kepulauan dengan terumbu karang, atol, dan pulau-pulau kecil di LCS.

Lalu, pada tahun 1989 tentara China menyerbu Lapangan Tiananmen untuk menghentikan demonstrasi demokrasi yang dipimpin mahasiswa yang mengakibatkan ratusan orang tewas.

Pesan geopolitiknya adalah ekspektasi Barat bahwa China sedang bertransisi menuju demokrasi politik sepenuhnya ilusi.

Pada tahun 1995, Filipina menemukan bahwa China telah menduduki dan memiliterisasi sebuah atol di dalam Zona Ekono Eksklusif (ZEE) Filipina.

Bahkan China telah lama menerbitkan peta resmi yang menunjukkan batas yang mencakup hampir seluruh LCS dengan "sembilan garis putus-putus" (nine-dash line) yang meliputi sejumlah wilayah milik Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Brunei Darussalam.

Klaim China atas LCS dibuat karena kawasan itu diperkirakan mengandung 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan dan 190 triliun kaki kubik gas alam.

Posisi Indonesia

Awalnya, Cina menganggap Indonesia menjadi penengah dan tidak ikut mengklaim sebagian dari wilayah di LCS itu.

Namun, beberapa hari setelah rig semi-submersible Noble Clyde Boudreaux tiba di Blok Tuna di Laut Natuna untuk mengebor dua sumur appraisal pada 30 Juni 2021, sebuah kapal Penjaga Pantai China berada di lokasi.

Tak berapa lama, kapal Penjaga Pantai Indonesia juga ikut berada di sana.

Kemudian, sekitar Agustus-September 2021, China melayangkan memo diplomatik, menuntut Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas alam (migas), karena mengklaim wilayah itu miliknya. (Bdk. Reuters, 02 Desember 2021).

Indonesia dengan tegas menjawab bahwa protes tersebut tidak bisa diterima karena ujung selatan LCS adalah ZEE milik RI di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan pada 2017 Presiden Jokowi memutuskan dan menamai wilayah itu menjadi Laut Natuna Utara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com