Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haryadi Suyuti, 15 Tahun Memimpin Kota Yogya, Berakhir di Penjara

Kompas.com - 03/06/2022, 18:40 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Karier mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti berakhir di bui.

Sebelumnya, 15 tahun hidup Haryadi dihabiskan untuk memimpin Kota Yogya sebagai wali kota 2 periode, 2017-2022 dan 2011-2016, dan sebagai Wakil Wali Kota Yogya pada 2006-2011.

Haryadi baru saja meletakkan jabatannya sebagai orang nomor satu di Kota Yogya pada 22 Mei 2022. Belum genap dua miggu purnatugas, Haryadi terjerat dugaan kasus suap.

Baca juga: KPK Tetapkan Haryadi Suyuti Jadi Tersangka Suap Perizinan Apartemen

Jadi tersangka suap

Haryadi ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka suap pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebuah apartemen di Yogyakarta pada Jumat (3/6/2022).

Selain Haryadi, KPK juga menetapkan status tersangka Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, serta Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka HS (Haryadi Suyuti)," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.

Baca juga: OTT Haryadi Suyuti Berlangsung di Jakarta dan Yogyakarta

Sebelumnya, Haryadi diamankan bersama delapan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Yogyakarta dan Jakarta pada Kamis (2/6/2022) sore. Saat OTT, KPK juga mengamankan 27.258 dollar AS yang disimpan dalam goodie bag.

Untuk kepentingan proses penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari terhitung sejak hari ini sampai dengan 22 Juni 2022.

Haryadi Suyuti, Triyanto Budi Wuyono, dan Nur Widihartana sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

Sementara, sebagai pemberi, Oon Nusihono disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.

Kasus IMB apartemen

Dalam kasus ini, KPK menduga Haryadi menerima minimal Rp 50 juta untuk mengawal permohonan IMB apartemen Royal Kedhaton di Kota Yogya.

"Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON (Oon Nusihono) untuk HS (Haryadi Suyuti) melalui TBY (Triyanto Budi Wuyono) dan juga untuk NWH (Nur Widihartana)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Baca juga: Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Kini Pakai Rompi Tahanan

Alex menjelaskan, Oon selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk mengajukan permohonan IMB untuk apartemen Royal Kedhaton melalui Dirut PT Java Orient Property Dandan Jaya K pada tahun 2019.

IMB yang diajukan mengatasnamakan PT Java Orient Property yang merupakan anak perusahaan dari PT Summarecon Agung Tbk.

Haryadi Suyuti saat ditemui di Kepatihan, Kamis (3/9/2020)Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo Haryadi Suyuti saat ditemui di Kepatihan, Kamis (3/9/2020)

Apartemen itu rencananya dibangun di kawasan Malioboro yang termasuk dalam wilayah Cagar Budaya Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com