Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarif Ali
Dosen UPN Veteran Jakarta

Lulusan S 2 Administrasi Publik STIA LAN RI tahun 2005. Bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) 1985-2014. Menjadi Ketua Delegasi Indonesia Jepang-ASEAN for the 21 Century (1991), Anggota Delegasi ASEAN Compendium on Civil Service Performance Appraisal, Thailand (2007). Mengikuti workshop reformasi birokrasi di Korea (2010 dan 2011), ASEAN Case Study Workshop, Malaysia (2004), ASEAN Leadership, Thailand (2009), T & D Conference, Taiwan (2013), Senior Government Employee workshop, Jepang (2000), Comparative Study, Singapore (2010), dan Comparative Study on PM, Thailand (2008). LO dalam ACCSM Preparatory Meeting, Bandung 2007. Mutasi ke Kemenristek tahun 2014, menjadi Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FISIP UPN Veteran Jakarta. Melakukan penelitian dan PKM, menerbitkan jurnal nasional dan internasional.

CPNS dan Profesi PNS yang Payah

Kompas.com - 01/06/2022, 10:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila di dunia ada tujuh macam keajaiban
Maka fenomena pegawai negeri sini mesti yang ke delapan
Anak-anak berlahiran juga, nafkah selalu payah
Dalam kalkulasi hidup mana pernah bisa cukup.

Empat baris puisi Taufik Ismail cukup menggambarkan kondisi pegawai negeri sipil (PNS) yang kepayahan.

UU Kepegawaian dari masa ke masa

Di bawah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PNS merupakan abdi negara dan abdi masyarakat.

Untuk itu, PNS memperoleh hak mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. Tapi tidak pernah layak.

Prasojo (2010) mengatakan, gaji seorang PNS terendah sebesar Rp 1.040.000 hanya dapat hidup setengah bulan. Ajaib kan?

Suasana reformasi menuntut PNS menjadi profesional. Karena itu, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian muncul sebagai upaya perbaikan kinerja birokrasi.

UU ini tampak lebih gagah karena pro-PNS untuk penggajian. UU ini mengamanatkan setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak. Pemerintah diwajibkan memperhatikan kesejahteraan PNS.

Namun gaji yang adil dan layak serta kesejahteraan bagi sebagian besar PNS tetap tidak pernah terjadi.

Alhasil, untuk menutup kebutuhan hidup, kejadian tahun 1970-an terulang: pungutan liar (pungli). PNS yang kepayahan kembali ke jalan pintas dan lebih ganas.

Dalam satu tulisan, Wahyudi Kumarotomo, Guru Besar Magister Administrasi Publik Fisipol UGM, menggambarkan pungli terdapat pada hampir semua titik pelayanan publik yang melibatkan interaksi antara warga dengan aparat.

Pungli pengurusan SIM, STNK, BPKB, dan uji kir kendaraan. Pungli bagi para pencari kerja atau pendaftar PNS.

Calon TKI yang akan mengurus paspor dan izin kerja hingga pemerasan terhadap TKI yang pulang ke tanah air.

Urusan bea-cukai, perpajakan, pertanahan, dan izin bongkar-muat barang di pelabuhan adalah urusan yang masih terkenal sebagai sarang pungli.

ICW menemukan sekitar 30 jenis pungli di bidang Pendidikan. Meskipun banyak Pemda yang telah menerapkan sistem pelayanan perizinan satu-atap, urusan perizinan seperti HO, IMB, TDP, SIUP, dll tetap memaksa warga untuk membayar pungli.

PNS tetap kepayahan. Maka melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN menjadi profesi, baik PNS maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com