Mereka saling menghormati, menghargai dan menempatkan perbedaan dalam kesetaraan.
Musyarawah sebagai esensi sila ke empat juga telah dipraktikkan dalam proses pengambilan keputusan bersama.
Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya lembaga musyawarah yang hampir ada di setiap masyarakat.
Begitu juga nilai keadilan sosial menjadi bagian dari budaya masyarakat. Dengan dilandasi oleh religiusitas, masyarakat memandang bahwa dalam harta benda yang mereka miliki ada milik orang lain.
Oleh karena itu, berbagi atas apa yang mereka miliki merupakan sikap yang melekat dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Dari uraian ini jelas bahwa Pancasila bukalah suatu yang rumit dan sulit untuk dilakukan. Pancasila juga bukan suatu yang othopis yang tidak ada dalam kenyataan.
Nenek moyang kita telah mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, dan itulah yang digali oleh Soekarno (berpikir secara induktif) untuk dijadikan philosofische grondslag.
Jika demikian, persoalannya terletak pada kemauaun dan keseriusan kita untuk mengamalkan Pancasila.
Hal ini berkaitan dengan mental dan karakter bangsa. Meskipun Pancasila telah ada dan dipraktikkan, bukan berakti bahwa semua individu melakukannya.
Tentu ada kelompok atau individu yang perilakunya tidak sesuai dengan nilai dan norma Pancasila.
Namun itu hanya sebagian kecil dan bisa diatasi dengan adanya kontrol sosial yang kuat dan ketat.
Perilaku setiap inidividu selalu diawasi oleh masyarakat sebagai penjaga norma moral, sosial dan agama.
Para tokoh masyarakat dan agama menjadi suri teladan dalam praktik kehidupan, sehingga mereka memiliki kewibawaan yang disegani dan dihormati dalam masyarakat.
Kesadaran pentingnya karakter sebenarnya juga telah dimiliki oleh setiap rezim. Pada awal kemerdekaan, karakter tersebut diteladankan oleh para elite bangsa.
Mereka memberi contoh kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan dan kesederhanaan dalam praktik kehidupan (Yudi Latif).