Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Warsono, MS
Guru Besar Unesa

Guru Besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

Pancasila Membutuhkan Keteladanan

Kompas.com - 01/06/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMENJAK tahun 2016, setiap tanggal 1 Juni bangsa Indonesia memperingati hari kelahiran Pancasila.

Penetapan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016.

Hal ini didasarkan pada pidato Bung Karno ketika menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI tentang filosofische grondslag yang kemudian diberi nama Pancasila.

Persoalan hari lahirnya Pancasila sering menjadi perdebatan dengan argumen masing-masing. Namun persoalan yang lebih mendasar sebenarnya bukan hari lahir, tetapi pada bagaimana mengamalkan Pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejak awal kemerdekaan sampai sekarang, setiap rezim selalu menyatakan akan melaksanakan Pancasila dalam praktik bernegara. Namun, faktanya mereka juga melakukan penyimpangan terhadap Pancasila.

Rezim Orde Lama yang dipimpin oleh penggali Pancasila juga telah menyimpangkannya. Begitu juga rejim Orde Baru yang lahir dengan semangat melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen, juga melakukan penyelewengan terhadap Pancasila.

Di era reformasi juga masih banyak praktik penyelenggaraan negara yang belum sesuai dan bahkan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.

Apakah Pancasila begitu rumit dan sulit untuk diamalkan? Atau Pancasila hanyalah othopia yang tidak bisa dipraktikkan? Atau kita yang kurang serius dan sepenuh hati untuk mengamalkannya? Pertanyaan ini perlu kita renungkan.

Jika kita mengacu kepada pernyataan Soekarno bahwa Pancasila digali dari adat dan budaya masyarakat yang hidup di bumi nusantara, maka seharunya tidak sulit untuk mengamalkannya.

Nenek moyang kita telah mempraktikkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
Religiusitas sebagai perwujudan dari keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mereka praktikkan bukan hanya dalam bentuk ritual keagamaan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap jujur dan “nrimo” atas hasil yang telah mereka usahakan merupakan bentuk nyata dari pengamalan atas apa yang mereka yakini bahwa Allah Maha Adil, Maha Tahu, dan Maha Bijaksana.

Meskipun dalam kesepian dan kesendirian, kesadaran religiusitas menjadi bintang pemandu, Life Star (meminjam istilah Dardji Darmodihadjo) dalam setiap langkahnya.

Mereka memiliki rasa takut untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh moral dan agama.
Rasa malu dan kasih sayang terhadap sesama sebagai manifestasi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi bagian dari “harga diri” yang terus dijaga dan dipelihara.

Rasa malu merupakan ciri keberadaban seseorang. Dengan rasa malu tersebut, mereka mengendalikan diri agar tidak melakukan perbuatan yang tercela (melanggar norma moral, sosial dan agama).

Kegotongroyongan sebagai esensi sila ketiga telah menjadi budaya masyarakat. Nenek moyang kita bisa hidup berdampingan dengan damai tanpa membedakan suku, agama maupun golongan.

Mereka saling menghormati, menghargai dan menempatkan perbedaan dalam kesetaraan.

Musyarawah sebagai esensi sila ke empat juga telah dipraktikkan dalam proses pengambilan keputusan bersama.

Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya lembaga musyawarah yang hampir ada di setiap masyarakat.

Begitu juga nilai keadilan sosial menjadi bagian dari budaya masyarakat. Dengan dilandasi oleh religiusitas, masyarakat memandang bahwa dalam harta benda yang mereka miliki ada milik orang lain.

Oleh karena itu, berbagi atas apa yang mereka miliki merupakan sikap yang melekat dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Dari uraian ini jelas bahwa Pancasila bukalah suatu yang rumit dan sulit untuk dilakukan. Pancasila juga bukan suatu yang othopis yang tidak ada dalam kenyataan.

Nenek moyang kita telah mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, dan itulah yang digali oleh Soekarno (berpikir secara induktif) untuk dijadikan philosofische grondslag.

Jika demikian, persoalannya terletak pada kemauaun dan keseriusan kita untuk mengamalkan Pancasila.

Hal ini berkaitan dengan mental dan karakter bangsa. Meskipun Pancasila telah ada dan dipraktikkan, bukan berakti bahwa semua individu melakukannya.

Tentu ada kelompok atau individu yang perilakunya tidak sesuai dengan nilai dan norma Pancasila.

Namun itu hanya sebagian kecil dan bisa diatasi dengan adanya kontrol sosial yang kuat dan ketat.

Perilaku setiap inidividu selalu diawasi oleh masyarakat sebagai penjaga norma moral, sosial dan agama.

Para tokoh masyarakat dan agama menjadi suri teladan dalam praktik kehidupan, sehingga mereka memiliki kewibawaan yang disegani dan dihormati dalam masyarakat.

Kesadaran pentingnya karakter sebenarnya juga telah dimiliki oleh setiap rezim. Pada awal kemerdekaan, karakter tersebut diteladankan oleh para elite bangsa.

Mereka memberi contoh kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan dan kesederhanaan dalam praktik kehidupan (Yudi Latif).

Pada era Orde Baru, dibangunlah suatu badan yang bertugas mengimplementasikan Pancasila dalam kehidapan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yaitu BP-7.

Pada era roformasi, pendidikan karakter digalakan dan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Bahkan Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahan telah mencanangkan revolusi mental.

Sayangnya karakter dan mental bangsa saat ini tidak lebih baik jika dibanding dengan para pendiri bangsa dan generasi sejamannya.

Karakter bangsa khususnya para elite justru semakin mengalami degradasi dan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.

Korupsi dan kasus jual beli jabatan di berberapa daerah membuktikan bahwa karakter dan mental sebagian elite penyelenggara negara sangat memprihatinkan.

Di sisi lain, para tokoh agama juga belum semuanya bisa menjadi teladan. Kita semakin sulit mencari elite agama seperti Gus Dur dan Buya Syafii Maarif.

Banyaknya elite agama yang terlibat dalam kasus korupsi membuktikan bahwa persoalan moral masih menjadi penghambat kemajuan bangsa.

Di sisi lain, penegakan hukum juga belum bisa memenuhi harapan masyarakat tentang keadilan.

Hukum masih dipandang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum masih belum bisa menempatkan kesetaraan setiap warga negara.

Kekuasaan dan kekuatan uang masih sering tampak dalam proses peradilan, sehingga mereka yang lemah secara politik dan ekonomi sulit memperoleh keadilan.

Lemahnya keteladanan dan penegakan hukum menjadi masalah yang harus ditangani secara serius jika kita akan mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

Keteladanan dan penegakan hukum merupakan metode yang paling efektif dalam pembentukan karakter bangsa.

Karakter bukanlah wacana, tetapi perilaku dalam kehidupan. Bahkan karakter tidak bisa diajarkan, tetapi dipraktikkan dan diteladankan.

Pancasila sebagai padangan bangsa tidak cukup hanya diwacanakan, tetapi harus diamalkan. Pancasila bukanlah suatu yang rumit dan sulit tetapi sesuatu yang mudah untuk dipraktikkan asalkan ada kemauan.

Misal: jujur itu Pancasila, tanggung jawab itu Pancasila, disiplin itu Pancasila, mengendalikan ke-aku-an (kepemilikan) terutama kepada materi itu Pancasila.

Pewacanaan Pancasila justru bisa menjadi sumber konflik yang meredusir fungsinya sebagai pemersatu bangsa. Yang kita butuhkan adalah pengamalan Pancasila, bukan wacana. 

Oleh karena itu, dibutuhkan keteladanan baik dari para elite politik, tokoh masyarakat maupun tokoh agama dalam mengamalkan Pancasila.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com