Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Perangkap Ekonomi Politik yang Mengintai Konsolidasi Demokrasi Indonesia

Kompas.com - 30/05/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dua jempol untuk gerakan mahasiswa beberapa waktu lalu, yang tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Saya ucapkan selamat dan jangan pernah berhenti menjadi pejuang demokrasi.

Lantas mengapa isu ini dimunculkan? Secara ekonomi politik, Benjamin Friedman punya jawaban ciamik tentang melemahnya kekuatan demokrasi tersebut.

Dalam bukunya "The Moral Consequences of Economics Growth" beberapa tahun lalu, Benjamin memostulasikan bahwa jika perekonomian sebuah negara mengalami stagnasi ekonomi, bahkan resesi, gerakan-gerakan kanan, baik kanan religius atau gerakan supernasionalis, yang cenderung non demokratis, akan bersemi.

Tapi jika ekonominya tumbuh, justru gerakan liberal progresif akan berkembang pesat, seperti menguatnya isu pemerataan ekonomi (inequality), feminisme, antidiskriminasi, antirasisme, gender, LGBT, dan sejenisnya, yang rerata berakar pada ideologi kiri.

Harus diakui bahwa memang banyak positifnya jika ekonomi tumbuh progresif ketimbang stagnan. Apalagi resesi.

Sebagaimana tendensi yang diamati Benjamin Friedman tersebut, demokrasi memang harus ditopang oleh "prosperity (kemakmuran)" agar dinamikanya stabil dan semakin mapan.

Bahkan Willaim J. Bernstein dalam bukunya "The Birth of Plenty" tahun 2004 lalu menyimpulkan dengan tegas bahwa prosperity (kesejahteraan/kemakmuran) adalah "driver" krusial lahir dan bertahanya demokrasi, bukan sebaliknya.

Memang ada satu dua pengecualian, seperti China misalnya, tapi pada umumnya "prosperity" menjadi bahan pelengkap utama lahir atau bertahannya demokrasi.

Jadi pendeknya, menguatnya suara yang ingin mendorong terjadinya “democracy backsliding,”(meminjam istilah Stephan Haggard dan Robert R. Kaufman), disebabkan oleh kinerja ekonomi yang buruk di satu sisi dan menguatnya jejaring ekonomi politik yang menikmati konsesi-konsesi ekonomi dari pusat-pusat kekuasaan di sisi lain.

Jejaring ekonomi politik yang biasa dikenal dengan istilah oligarki tersebut menikmati kinerja ekonomi makro yang kurang baik, karena kekayaan nasional justru semakin mengerucut ke atas, yakni ke kelompok 1 persen atau 20 persen kelas atas dan menjauh dari kelompok 40 persen kelas menengah dan 40 persen kelompok kelas bawah.

Sinyal ketidakmerataan kue ekonomi tersebut sangat mudah dirasakan, terutama ketika daya tahan dan daya beli kelas menangah serta kelas bawah semakin rentan digoyang, baik oleh inflasi harga komoditas pokok ataupun oleh peningkatan pungutan pajak dan segala jenis tagihan layanan sosial kesejahteraan dari negara.

Sementara di sisi lain, conspicuous consumption (meminjam istilah Thorstein Veblen) para crazy rich and elite-elite politik semakin menggila seiring dengan mesin jejaring ekonomi politik di dalam pemerintahan yang cenderung mengalokasikan kekuatan fiskal nasional dan lokal untuk mendapat feedback keuntungan pembiayaan politik pada kontestasi demokratik selanjutnya.

Dengan kata lain, elite-elite penguasa (atau calon elite penguasa) kian membutuhkan sumber-sumber dana alternatif untuk memenangkan kontestasi demokrasi yang semakin mahal.

Sehingga situasi dilematisnya adalah bahwa di satu sisi kekuatan fiskal negara terhadap dinamika ekonomi relatif konstan, termasuk terhadap perbaikan kepentingan ekonomi rakyat, bahkan tak jarang malah berkurang, namun di sisi lain aktor-aktor ekonomi (pengusaha, konglomerasi, oligarki) terjun ke arena politik untuk menawarkan sumber-sumber dana alternatif demi membiayai kontestasi demokrasi (political financing) yang kian mahal tersebut di satu sisi dan memengaruhi alokasi fiscal negara untuk kepentingan ekonomi di sisi lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com