Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Perangkap Ekonomi Politik yang Mengintai Konsolidasi Demokrasi Indonesia

Kompas.com - 30/05/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMULIHAN ekonomi dan kepastian realisasi Program Kerja Jokowi yang diperkirakan akan memakan waktu lebih dari satu periode tersisa menjadi faktor utama mengapa wacana perpanjangan masa jabatan presiden muncul dan cukup berkembang pesat beberapa waktu lalu.

Luhut Binsar Panjaitan, yang kerab dikenal sebagai pembisik kelas satu Jokowi, digadang-gadang adalah salah satu aktor utama di balik wacana tersebut.

Sudah berkali-kali wacana sejenis mencuat, mulai dari ocehan Asrul Sani dua tahun lalu, berlanjut dengan gocekan dari surveyor politik senior Qodari, dikembangkan oleh Cak Imin (Muhaimain Iskandar) belum lama ini yang diamini oleh Zulkifli Hasan dan dimoderasi oleh Airlangga Hartarto, dikalibrasi secara halus oleh Partai Solidaritas Indonesia, dan digenapkan oleh bigdata media sosial versi Luhut yang kemudian digocek oleh Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia baru-baru ini.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menghadiri agenda Silaturahmi Nasional Desa (Silatnas) 2022 Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Selasa (29/3/2022).Dokumentasi Kemenko Marves Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menghadiri agenda Silaturahmi Nasional Desa (Silatnas) 2022 Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Selasa (29/3/2022).
Dari rentetan itu, sangat jelas terlihat bahwa wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau amandemen konstitusi bukanlah wacana reaktif kelompok sempalan politik di dalam koalisi besar pemerintahan.

Wacana tersebut muncul kemungkinan besar sudah menjadi operasi khusus (opsus) dari salah satu pihak atau para pihak yang telah direncanakan secara sistematis.

Dan sangat disayangkan, sikap Jokowi sempat terkesan ambigu, bahkan terlihat santai dan toleran terhadap perkembangan isu perpanjangan masa jabatan presiden.

Dari reaksi awal berupa pernyataan "menampar muka saya" lalu melunak menjadi "taat pada konstitusi."

Pernyataan toleran tersebut menyiratkan bahwa Jokowi berpeluang menerima mandat untuk ketiga kalinya jika lahir kontrak politik baru di parlemen terkait penambahan satu atau dua periode masa jabatan presiden.

Namun wacana penambahan masa jabatan presiden atau penundaan Pilpres adalah wacana penentu apakah Indonesia masih mampu bertahan dengan ambisi konsolidasi demokrasi atau justru kembali terjebak ke dalam jurang nondemokratik ala Orde Baru.

Bagaimana tidak, jika para elite tersebut berhasil menjadikan satu dari dua wacana sebagai kebijakan (diinstitusionalisasi), maka peluang kelompok “kurang demokratis” tersebut dalam mengutak-atik proses institusionalisasi demokrasi nasional akan semakin besar.

Dengan kata lain, jika masa jabatan presiden berhasil diubah menjadi tiga kali atau diperpanjang, maka tidak menutup kemungkinan akan berhasil juga di kemudian hari jika mereka kembali mengusulkan menjadi empat kali atau lima kali atau sama sekali tanpa batas.

Karena itulah mengapa kali ini adalah tahap-tahap krusial bagi masa depan demokrasi Indonesia.

Artinya, jika siapa saja bisa mempersiapkan langkah-langkah sistematis untuk menunda Pilpres atau memperpanjang masa jabatan presiden dengan dukungan para elite partai, maka tokoh-tokoh yang memang kurang dikenal sebagai tokoh demokrasi tersebut memiliki kekuasaan untuk menundukan kekuatan demokratis, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan.

Jika itu sampai terjadi, maka detik-detik napas demokrasi nasional untuk berhenti tinggal menunggu waktu.

Elite-elite prodemokrasi bersama dengan masyarakat sipil memang harus menunjukan penolakan secara masif dan membangun garis batas segera antara mana kekuatan prostatus quo dan kekuatan reformis demokratis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com