Audit ini akan menjadi kali pertama dilakukan oleh pemerintah sepanjang sejarah.
Audit terhadap perusahaan-perusahaan minyak sawit mentah itu akan meliputi pengecekan luas lahan perkebunan, surat izin usaha, hak guna usaha, hak pengelolaan lahan, dan juga lokasi kantor pusat perusahaan-perusahaan itu apakah di dalam negeri atau di luar negeri untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak.
Selain itu, untuk menindaklanjuti pencabutan larangan ekspor crude palm oil dan berbagai produk turunan, pemerintah juga akan mencabut subsidi minyak goreng curah mulai akhir bulan mei ini.
Kebijakan itu akan diganti dengan menerapkan kembali domestic market obligation dan domestic price obligation minyak goreng curah. Kebijakan ini diambil atas evaluasi kondisi di lapangan.
Saat ini, pemerintah mensubsidi minyak goreng curah agar harga diperoleh masyarakat di pasaran diharapkan sebesar Rp 14.000 per liter.
Akan tetapi, kondisi di lapangan menunjukkan harga minyak goreng curah di pasaran lebih tinggi dari itu.
Yang membedakan kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation kali ini dengan kebijakan serupa beberapa bulan lalu, adalah mekanisme validasi terhadap domestic market obligation dan domestic price obligation dari perusahaan-perusahaan eksportir akan dilakukan dengan berbasiskan pada data sistem informasi minyak goreng curah.
Sistem informasi minyak goreng curah merupakan platform bagi pengawasan distribusi minyak goreng curah bersubsidi yang akan digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan pelaksanaan pemberian persetujuan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu pemerintah berharap ke depan persetujuan dan pengajuan ekspor dilakukan secara otomatis melalui sebuah sistem terintegrasi sehingga tata kelola ekspor dapat menjadi jauh lebih baik.
Selain menerapkan kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation minyak goreng terhadap perusahaan-perusahaan ekportir, pemerintah juga mulai merancang transisi dari program minyak goreng curah rakyat menuju minyak goreng kemasan dengan harga eceran tertinggi Rp 14.000 per liter agar dapat dijangkau oleh masyarakat.
Namun, untuk menuju ke arah sana, pemerintah harus cermat dalam melakukan penghitungan komponen biaya secara akurat agar dapat berjalan baik di lapangan.
Bagi para perusahaan eksportir yang berpartisipasi dalam program ini juga bisa diberikan insentif-insentif tertentu.
Berbagai rencana langkah kebijakan dalam rangka mengatasi sengkarut persoalan minyak goreng tersebut menunjukkan pendekatan agak berbeda dibandingkan sejumlah kebijakan terdahulu.
Kali ini lebih mengedepankan penuntasan permasalahan di sisi hulu, tidak melulu di sisi hilir.
Meskipun demikian, bukan berarti sisi hilir dilupakan sama sekali dalam menyelesaikan sengkarut persoalan minyak goreng.
Pemerintah tentu saja sadar betul apabila problem di sisi hilir seperti pelanggaran distribusi tidak turut dilakukan pengawasan akan membuat berbagai rancangan kebijakan di sisi hulu tadi menjadi percuma.
Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah dan aparat keamanan dalam membersihkan distribusi dengan cara menindak tegas pihak-pihak nakal, seperti pungutan-pungutan liar yang menyebabkan harga eceran di tingkat konsumen menjadi naik.
Semoga jurus yang digulirkan oleh pemerintah kali ini bagi penyelesaian sengkarut minyak goreng membuahkan hasil jauh lebih positif dan dapat membuat tenang hati masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.