Hasil survei menunjukkan 56,4 persen responden mengaku kesulitan dalam memperoleh minyak goreng dalam beberapa bulan terakhir.
Dari 56,4 persen responden mengaku kesulitan dalam memperoleh minyak goreng tersebut, sebesar 64 persen mengaku karena harga tidak terjangkau dan 34,4 persen karena ketersediaan barang tidak terdapat di pasaran.
Bagian lain temuan survei itu juga menunjukkan 1,3 persen responden mengaku harga minyak goreng sangat terjangkau, 23,3 persen responden mengaku harga minyak goreng terjangkau.
Kemudian 53,8 persen mengaku harga minyak goreng kurang terjangkau, 19 persen responden mengaku harga minyak goreng sangat tidak terjangkau, dan 2,6 persen responden tidak tahu/tidak jawab.
Jengkel terhadap sengkarut persoalan minyak goreng yang tidak kunjung tuntas, tidak lama setelah mencabut larangan ekspor crude palm oil dan berbagai produk turunan, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) untuk menuntaskan persoalan itu.
Pro dan kontra bermunculan menanggapi keputusan presiden untuk menugaskan menteri koordinator bidang maritim dan investasi untuk menuntaskan sengkarut persoalan minyak goreng.
Bagi pihak yang bersikap kontra, minyak goreng dinilai bukan bidang kerja dari seorang menteri koordinator bidang maritim dan investasi.
Sedangkan, bagi pihak yang bersikap pro lebih melihat secara substantif keputusan presiden untuk menugaskan menteri koordinator bidang maritim dan investasi untuk menuntaskan sengkarut persoalan minyak goreng.
Mereka tidak terlalu peduli terhadap siapa orang yang ditugaskan oleh presiden untuk mengatasi persoalan minyak goreng, selama orang itu mampu menjalankan tugas itu dengan baik dan cepat.
Mengemban penugasan dari presiden untuk mengatasi persoalan-persoalan di luar lingkup bidang maritim dan invetasi memang bukan hal baru bagi seorang LBP.
Mulai tahun 2014 hingga saat ini, LBP tercatat pernah mengemban kurang lebih 10 jabatan di pemerintahan, baik jabatan itu bersifat defenitif, ad hoc, maupun ad interim.
Mengapa LBP begitu sangat dipercaya oleh presiden untuk mengemban berbagai tugas strategis?
Terlepas sikap sinis sejumlah pihak terhadap hal itu, tetapi realitas di lapangan menunjukkan LBP mampu menyelesaikan tugas-tugas penting dan tidak mudah yang diamanatkan oleh presiden.
Terakhir, sebagai koordinator pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mikro darurat di pulau Jawa dan Bali, mantan komandan Detasemen 81 Anti-Teroris Komando Pasukan Khusus tersebut mampu menangani pandemi di pulau Jawa dan Bali.
Penanganan pandemi di Indonesia menuai pujian dari dunia internasional.
Sulit dimungkiri, penunjukkan LBP oleh presiden untuk mengemban berbagai tugas penting tersebut boleh jadi didasarkan pada pertimbangan kapasitas dimiliki, terutama kapasitas dalam melakukan koordinasi sekaligus memastikan pelaksanaan eksekusi di lapangan agar implementasi sebuah kebijakan dapat berjalan efektif .
Kalau ditelah lebih jauh, penunjukkan LBP oleh presiden untuk mengatasi berbagai persoalan di luar bidang maritim dan investasi juga menunjukan ketidakmampuan dari menteri-menteri teknis di bidang terkait.
Bukan tidak mungkin menteri-menteri teknis di bidang terkait dinilai oleh presiden kurang memiliki kemampuan dan kecakapan dalam mengatasi hambatan-hambatan di birokrasi pemerintahan.
Gebrakan perdana untuk mengatasi sengkarut persoalan minyak goreng langsung diperlihatkan oleh LBP melalui rencana untuk melakukan audit terhadap perusaahaan-perusahaan minyak mentah sawit.