"Buya selalu merasa tidak enak dan tidak mau merepotkan teman-teman MI (Maarif Institute), terutama supir MI, karena hari Sabtu adalah hari libur. Padahal di MI ada sistem lembur dan sopir MI disiap-sediakan untuk mengantar-jemput Buya kapan pun," kata Darraz.
Salah satu kolega Buya Syafii, Erik Tauvani juga bercerita bahwa Buya adalah orang yang tidak mau diistimewakan.
Contohnya, ia selalu menolak jika diminta tidak usah mengantre saat berobat di rumah sakit, mengurus paspor, ataupun ketika berada di bank.
"Intinya Buya merasa semua sama, semua orang punya hak yang sama. Kultur egaliternya itu sangat kuat sehingga kalau mengantre Buya, mengantre sesuai dengan nomor, tidak mau melewati," kata Erik, 31 Mei 2020.
Baca juga: Kesederhanaan Buya Syafii Maarif, Menolak Disediakan Sopir hingga Pemakaman Tanpa Upacara Khusus
Buya Syafii juga pernah menolak niat Rumah Sakit Pusat Kesejahteraan Umat (PKU) Muhammadiyah yang hendak menggratiskan biaya pengobatan istrinya.
"RS PKU tidak mau menerima uang (Buya), tapi akhirnya beberapa waktu kemudian istrinya dengan Buya menyumbangkan sekian untuk pembangunan di PKU," kata Erik.
Mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute Raja Juli Antoni mengamini itu. Ia mengatakan, Buya Syafii bukanlah sosok yang gila harta dan tahta.
"Buya bagi saya adalah seorang uswah hasanah, teladan yang paripurna. Kehidupan personalnya sederhana dan mempesona, jauh dari gila harta dan tahta," kata Antoni.
Ia bercerita, pada awal berdirinya Maarif Institute, Buya Syafii sempat menolak namanya diabadikan sebagai nama lembaga atau yayasan.
"Pada awalnya beliau cukup kritis menolak ide pendirian lembaga serupa karena dia merasa tidak layak namanya dijadikan sebuah foundation atau yayasan," kata Antoni.
Baca juga: Kenang Buya Syafii Maarif, Keuskupan Agung Semarang: Beliau Datang Naik Sepeda Usai Gereja Diserang
Namun, pada akhirnya Buya luluh setelah diyakinkan bahwa Maarif Institute berdiri bukan untuk mengglorifikasi sosoknya, tetapi untuk menyebarkan ide-ide Buya.
Antoni mengatakan, ide yang dimaksud adalah pemikiran Buya bahwa seseorang dapat menjadi muslim yang baik, warga negara Indonesia yang baik, serta terikat pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal dalam waktu yang sama.
Semasa hidupnya, Buya Syafii juga pernah menolak tawaran dari Presiden Joko Widodo untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dengan alasan yang sederhana, usianya tak lagi muda.
"Kemarin Deputi SDM Setneg menelepon saya, langsung saya jawab saya tidak bersedia. Saya ini sudah berumur," ujar Buya pada 17 Januari 2015.
Baca juga: Kisah Buya Syafii Tolak Tawaran Jokowi Jadi Wantimpres karena Tak Lagi Muda...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.