PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memerintahkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dan harganya sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Luhut memang selalu menjadi andalan Presiden Jokowi untuk menangani masalah-masalah kritis meski tidak berada di bawah kewenangan kantor Kemenko. Tercatat, sudah 11 posisi berbeda yang pernah diberikan.
Julukan “menteri segala urusan” seolah mendapat pembenaran ketika jabatan dan kewenangan Luhut terus ditambah.
Andai di Indonesia ada jabatan perdana menteri, tidak diragukan lagi siapa yang akan diberi tanggungjawab itu.
Terlepas sikap nyinyir kita, faktanya Luhut mampu menyelesaikan berbagai masalah yang diamanatkan.
Terakhir, Luhut mampu menangani pandemi Covid-19 untuk wilayah Jawa dan Bali. Penanganan Covid-19 di Indonesia menuai pujian dari mancanegara, termasuk PBB.
Baca juga: Ojo Kesusu dan Jokowi yang Terburu-buru
Tidak berlebihan jika sekarang kita berharap tuah Luhut dalam menangani karut-marut tata niaga minyak goreng yang berimbas pada kelangkaan dan kenaikan harga gila-gilaan.
Ketidakberdayaan tim ekonomi kabinet dalam menangani kasus minyak goreng benar-benar menggerus kepercayaan masyarakat kepada pemerintah (baca: Jokowi) yang tercermin dari hasil survei sejumlah lembaga.
Bahkan gelontoran subsidi bernilai puluhan triliun rupiah tetap gagal memaksa pengusaha mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah.
Saat pemerintah meminta agar HET minyak goreng kemasan Rp 14.000 per liter, barangnya langsung raib. Padahal permintaan ini disertai kucuran subsidi Rp 3,6 triliun.
Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) 20-30 persen bagi perusahaan sawit yang memproduksi crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng, juga tidak mempan.
Kemendag memberikan fasilitas ekspor CPO dan minyak goreng kepada setidaknya empat perusahaan sawit yang belum memenuhi ketentuan DMO.
Alhasil, kebijakan DMO tidak memberi dampak siginifikan. Kelangkaan minyak goreng semakin masif.
Pemandangan ibu-ibu antre hanya untuk membeli seliter minyak goreng, sungguh, mengutip pernyataan Jokowi, ironis karena Indonesia merupakan negara dengan kebun sawit terluas sekaligus produsen CPO terbesar di dunia.