Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ide Reformasi Jilid II dan 3 Persoalan Demokrasi Indonesia

Kompas.com - 27/05/2022, 16:09 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan tentang Reformasi Jilid II yang disampaikan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dinilai penting dilakukan buat membenahi tata kelola pemerintahan untuk masa mendatang.

Dalam pernyataannya pada Sabtu (21/5/2022), Azra menilai Indonesia perlu melakukan reformasi jilid II yang berjalan secara damai, tidak seperti reformasi pada 1998 yang juga memicu kerusuhan dan kekerasan dari aparat keamanan terhadap sipil.

"Kita sekarang memerlukan reformasi jilid dua, tapi yang damai, peaceful second stage of reform. Kenapa, terutama saya kira (aspek) politik ya, politik kita memerlukan reformasi yang luar biasa," kata Azra dalam acara Peringatan dan Refleksi 24 Tahun Reformasi yang ditayangkan akun YouTube Institut Harkat Negeri.

Menurut Azra, praktik demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran, bahkan semakin dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu pertanda kemunduran itu, kata Azra, adalah munculnya proses resentralisasi.

Yang dimaksud Azra dengan resentralisasi tercermin dari kebijakan pemerintah yang mengangkat penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepala daerah hingga 2024 tanpa melibatkan masyarakat.

Baca juga: Sebelum Demokrasi Terjungkal, Reformasilah Watak Bangsa

"Padahal yang namanya otonomi daerah itu dengan susah payah itu dibangun. Kalau kita belajar dari sejarah, sentralisasi yang begitu kuat itulah yang menimbulkan perlawanan," kata Azra.

Hal itu terbukti karena keputusan pemerintah mengangkat Kepala Badan Intelijen Daerah (BIN) Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin boleh menjadi penjabat (Pj) Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat kini menimbulkan perdebatan. Sebab dia merupakan perwira tinggi aktif TNI.

Penunjukkan itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Bahkan, penunjukkan itu dinilai berpotensi memunculkan kembali dwifungsi TNI.

Selain itu, Azra berpendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) semestinya dapat berperan dalam memperbaiki kehidupan demokrasi tersebut bila ingin dianggap meninggalkan warisan yang baik.

Baca juga: Pro dan Kontra Reformasi

Menurut Azra, Jokowi dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas sejumlah undang-undang, seperti UU KPK yang dianggap melemahkan KPK, UU Cipta Kerja yang merugikan buruh, dan UU Minerba yang menguntungkan pemilik modal.

"Keluarkan perppu itu, selesai itu, dan itu akan dikenang dalam sejarah bahwa ada titik balik dari Pak Jokowi, kita sangat menghargai kalau itu dilakukan. Jadi bukan tidak ada jalan, ada jalan," kata Azra.

3 Persoalan

Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyoroti ada 3 persoalan besar yang terjadi selepas Reformasi 1998.

Yang pertama adalah, kata Ray, terkait cara pandang elite politik terhadap model demokrasi. Menurut dia para elite politik memahami hukum dan prinsip demokrasi itu dengan cara pandang minimalis.

"Yakni memahami demokrasi sebagai seperangkat aturan atau hukum yang tertulis. Tidak lebih, malah kurang," ujar Ray saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/5/2022).

Ray berpendapat, dalam paham demokrasi minimalis maka segala sesuatu dilihat dari sisi apakah terdapat aturan yang mengatur suatu hal atau tidak. Jika telah diatur melalui peraturan tertulis, kemudian akan dicari tafsir yang memungkinkan para elite untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan dari aturan yang dimaksud.

"Cara pandang seperti ini hampir merata di semua politisi kita, di semua level. Sebab karena cara pandang seperti inilah maka muncul faktor kedua," ucap Ray.

Baca juga: Amien Rais Nilai Kepemimpinan Jokowi Mengarah ke Demokrasi Bohong-bohongan

Ray melanjutkan, dampak dari cara pandang demokrasi minimalis oleh para elite itu menimbulkan faktor masalah yang kedua. Yaitu minim atau bahkan mengabaikan pertimbangan moral atau etika dalam praktik demokrasi yang dilakukan para elite politik.

"Karena segala sesuatu dilihat dari boleh atau tidak secara hukum atau aturan, maka etika bukan sesuatu yang dipertimbangkan," ujar Ray.

Ray mencontohkan persoalan minimnya etika dan moral dalam praktik politik serta pemerintahan adalah merajalelanya praktek politik dinasti.

Menurut Ray, karena hukum tidak mengatur tentang larangan politik dinasti, maka para elite politik berlomba-lomba mendahulukan keluarga mereka untuk berbagai jabatan politik.

Baca juga: Pembatasan Jabatan Presiden Hasil Reformasi, Savic Ali: Kekuasaan Tak Pernah Merasa Cukup, Harus Dibatasi

"Kala dikritik mereka akan menjawabnya tidak adanya aturan atau hukum yang melarangnya. Itulah kekosongan etika demokrasi di kalangan kita," kata Ray.

Karena pola pikir demokrasi yang minimalis dan minimnya etika dan moral dalam praktik, maka menurut Ray kondisi itu juga berdampak terhadap situasi yang ketiga yaitu kultur demokrasi yang tidak tumbuh.

Yang dimaksud Ray soal kultur demokrasi adalah seharusnya setiap individu warga berpikir dan bertindak tentang apa yang utama bagi banyak orang dari pada kepentingan diri sendiri atau kelompok. Hal itu bukan cuma ditujukan bagi para elite, tetapi juga untuk seluruh rakyat dari segala lapisan dan latar belakang.

Menurut Ray, hal yang utama dalam kultur demokrasi bukan soal aturan atau landasan hukum, tapi kesadaran untuk memberi kebaikan bersama.

"Kultur demokrasi ini sebenarnya amat sangat dekat dengan jiwa dari Pancasila kita. Yakni sila kedua 'Kemanusiaan yang adil dan beradab', dan sila kelima 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia'," ucap Ray.

Baca juga: Kawal Semangat Reformasi, PPP Tolak Wacana Menunda Pemilu

"Nah, jika melihat pada 3 situasi ini, maka saya juga menyatakan perlunya reformasi! Bukan reformasi sistem politik, tapi reformasi kultur demokrasi bangsa kita," sambung Ray.

Di sisi lain, Ray menilai reformasi jilid II tidak perlu dilakukan terkait dengan penataan sistem ketatanegaraan. Menurut dia, segala hal yang sudah ada saat ini sudah cukup memadai menurut standar demokrasi modern.

Sebab menurut Ray, saat ini Indonesia sudah memiliki semua aturan dan lembaga yang umumnya ada di negara demokrasi modern. Selain itu, pilihan sistem ketatanegaraan yakni demokrasi ala Indonesia sejauh ini dinilai sudah tepat.

"Sekalipun tetap dibutuhkan perbaikan pada elemen tekhnisnya, tetapi bukan pada subtansi atau prinsip demokrasinya. Oleh karena itulah, saya merasa tidak dibutuhkan reformasi jilid II jika itu berkenan dengan penataan sistem demokrasi dan ketatanegaraan kita," papar Ray.

(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com