JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM) menilai bahwa pembentukan Otoritas Perlindungan Data Pribadi (PDP) di bawah kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian bukan opsi terbaik.
Sebagai informasi, pemerintah dan DPR telah membahas Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi sejak Februari 2020, namun buntu sejak akhir Juni 2021 karena perbedaan pendapat di antara keduanya.
DPR menganggap bahwa Otoritas PDP seharusnya bersifat independen dan bertanggung jawab kepada presiden, sementara Kominfo bersikeras agar Otoritas PDP berada di bawahnya.
Baca juga: Pembahasan RUU PDP Ditargetkan Rampung Paling Lambat Awal Juli 2022
"Meletakkan Otoritas PDP di bawah kementerian, sebagaimana usulan Kominfo, bukanlah opsi terbaik," ujar Direktur Eksekutif eLSAM, Wahyudi Djafar, dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (23/5/2022).
Ia berujar, Indonesia seharusnya bercermin dari Jepang dan Korea Selatan yang akhirnya melakukan amendemen terhadap UU PDP mereka untuk mengakomodasi Otoritas PDP yang mandiri.
"Kementerian juga merupakan bagian dari pengendali data, yang memiliki kewajiban kepatuhan pada UU PDP. Jika Otoritas PDP diletakkan di bawah Kominfo, ini berarti bahwa Kominfo akan duduk sebagai 'pemain sekaligus wasit', pengendali data sekaligus pengawas terhadap dirinya sendiri dan pengendali data lainnya," ujar Wahyudi.
Baca juga: Tarik Menarik RUU PDP dan Pentingnya Independensi Otoritas Perlindungan Data Pribadi
Otoritas PDP di bawah Kominfo atau lembaga lain juga dinilai bakal membuatnya rentan atas pembubaran yang sewaktu-waktu bisa terjadi, karena ini berarti Otoritas PDP ada di bawah kendali eksekutif, yang mana presiden memiliki agenda politik dan prioritasnya sendiri.
"Misalnya saja, Presiden Joko Widodo pernah membubarkan 10 lembaga pemerintah nonkementerian melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020, salah satunya adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang berada di bawah Kominfo," ungkap Wahyudi.