Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumarsih: Penyelesaian Non-yudisial ala Moeldoko Langgengkan Impunitas Pelaku Pelanggaran HAM

Kompas.com - 19/05/2022, 14:53 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur non-yudisial alias di luar peradilan dinilai bakal melanggengkan impunitas/kekebalan hukum bagi para pelakunya.

Sumarsih, ibunda Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya korban penembakan pada Tragedi Semanggi I, tegas menolak usul Kepala Kantor Staf Presiden RI Moeldoko yang menyebut bahwa pelanggaran HAM berat 1998 idealnya diselesaikan secara non-yudisial.

"Kenapa kami menolak, karena itu melanggengkan impunitas, karena tidak melalui proses pengadilan," kata Sumarsih kepada Kompas.com, Kamis (19/5/2022).

"Rekonsiliasi oke, tapi harus melalui proses pengadilan," lanjutnya.

Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Semanggi I Kritik Moeldoko soal Penuntasan Pelanggaran HAM Non-yudisial

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dibagi menjadi 2, yakni penyelesaian kasus yang terjadi sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2000.

Kasus-kasus yang terjadi sebelum 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc, sebagaimana tercantum dalam Bab VIII undang-undang itu.

Pengadilan HAM ad hoc ini ditetapkan presiden atas usul DPR.

Rekomendasi DPR itu berdasarkan penyidikan Kejaksaan Agung, yang menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat.

Komnas HAM sendiri sudah merampungkan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat tahun 1998/1999, yakni kasus Trisakti-Semanggi I-Semanggi II (TSS), namun hingga saat ini tak kunjung ditindaklanjuti Kejaksaan Agung ke penyidikan.

Baca juga: 24 Tahun Tragedi Trisakti dan Penyelesaian Lewat Jalur Non-yudisial

Undang-undang yang sama, dalam ketentuan penutupnya, memang memungkinkan bahwa pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat jalur nonyudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Namun, Sumarsih menyatakan bahwa jalur peradilan adalah langkah yang paling ideal.

"Dan itu yang kami perjuangkan melalui berbagai cara, termasuk dengan mengadakan Aksi Kamisan. Hampir setiap surat Aksi Kamisan yang kami kirim kepada presiden, selalu ada butir yang meminta agar presiden segera mendesak jaksa agung menindaklanjuti berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu," jelas Sumarsih.

Tanpa jerat hukum, para pelaku pelanggaran HAM berat maka kasus-kasus serupa bakal terus terjadi di masa depan.

Baca juga: Moeldoko Sebut Peristiwa Trisakti 1998 Idealnya Diselesaikan Lewat Cara Non-yudisial

Negara juga tidak boleh seakan lari dari tanggung jawab hanya karena telah memberikan sejumlah bantuan kepada keluarga korban pelanggaran HAM berat, ujar Sumarsih.

Menurutnya, hal ini adalah bentuk lain dari pemberian impunitas kepada para pelaku yang juga bagian dari elite kekuasaan.

"Bagi saya, ketika hukum ini lemah, ya rakyat akan susah. Karena apa, kekerasan aparat akan terus terjadi, tidak ada upaya memutus mata rantai kekerasan, seperti sekarang banyak di Jakarta, Papua, dan sebelumnya Aceh," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com