Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rachmat dan Ade Yasin, Kakak-Adik di Pusaran Kasus Suap

Kompas.com - 27/04/2022, 14:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

Hakim menyatakan Rachmat terbukti bersalah melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga: Bupati Bogor Ade Yasin Ditangkap KPK, PPP Hormati Proses Hukum

Menurut hakim, hal yang memberatkan hukuman Rachmat adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi atau menyalahgunakan jabatannya.

Selain itu, lanjut Hakim Barita, Rachmat sebagai Bupati Bogor tidak memberikan contoh bagi masyarakat dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Hal yang meringankan Rachmat, selama proses persidangan terdakwa mengakui bersalah, menyesal, kemudian tidak pernah dihukum dan sudah menyerahkan uang suap yang diterimanya dari pemilik perusahaan Cahyadi Kumala melalui anak buahnya Johan ke KPK.

"Hal yang meringankan terdakwa menyesal, tak pernah dihukum, dan sudah menyerahkan uang ke KPK," katanya.

Baca juga: Tangkap Bupati Bogor Ade Yasin, Ketua KPK: Kami Terus Bekerja

Putusan vonis terhadap Rachmat dalam perkara itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni tujuh tahun enam bulan penjara.

Menanggapi vonis itu, Rachmat Yasin menyatakan putusan hakim.

"Saya ucapkan innalillahi wainnailaihi rojiun. Saya menerima putusan lima tahun penjara tanpa menggunakan hak proses hukum selanjutnya," kata Rachmat.

Kasus gratifikasi

Rachmat Yasin juga dijerat dalam kasus gratifikasi. Terkait perkara itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara kepada mantan Bupati Bogor itu.

Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Asep Sumirat pada 22 Maret 2021 lalu. Hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Rachmat lebih rendah daripada tuntutan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana penjara selama 4 tahun 2 bulan.

Hakim Asep juga menghukum Rachmat dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta. Jika tak mampu membayar, maka Rachmat harus menjalani tambahan waktu di penjara selama 2 bulan.

Dalam kasus itu, Rachmat disebut menerima gratifikasi dari SKPD Kabupaten Bogor dengan total sekitar Rp 8,9 miliar. Gratifikasi itu disebut untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada 2013 dan Pemilu 2014.

Bentuk gratifikasi lain yang didapat Rachmat Yasin adalah berupa tanah seluas 170.442 hektare yang terletak di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Dalam sidang terbukti tanah itu diberikan oleh seorang pengusaha bernama Rudy Wahab untuk keperluan pengurusan izin pembangunan pesantren.

Majelis hakim menyatakan mantan Bupati Bogor itu terbukti bersalah sesuai dakwan pertama, yakni Pasal 12 B juncto Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

(Penulis : Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah | Editor : Sandro Gatra, Palupi Annisa Auliani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com