JAKARTA, KOMPAS.com – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merilis hasil kajian mendalam soal kekerasan aparat yang diderita warga Desa Wadas, Purworejo, akibat kisruh proyek tambang andesit dan Bendungan Bener di desa mereka.
Kajian mendalam ini ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas.
Secara spesifik, PP Muhammadiyah menyoroti soal bermasalahnya tambang andesit di Desa Wadas, mulai dari soal hukum hingga pelanggaran hak asasi manusia.
“Pertambangan batu andesit di Desa Wadas Purworejo, yang sesungguhnya tidak termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), terindikasi secara meyakinkan berdasarkan analisis pakar di bidang terkait memiliki problem hukum dan pelanggaran HAM sejak tingkat perencanaan hingga pembebasan tanah,” ujar Busyro dalam rilis kajian mendalam yang diterima Kompas.com, Selasa (26/4/2022).
Baca juga: Warga Wadas Pendukung Tambang Setujui Besaran Ganti Rugi Tanah, Rp 213.000 Per Meter
Permasalahan ini sudah muncul sejak penentuan lokasi tambang yang tidak melibatkan aspirasi warga Desa Wadas. Padahal, warga berkepentingan mempertahankan ruang hidup, pangan, keanekaragaman hayati setempat, hingga sumber mata air mereka.
Hal ini, menurut PP Muhammadiyah, menunjukkan bahwa konflik Wadas adalah konflik struktural antara kekuasaan negara dan pasar versus solidaritas warga.
Lalu, ada pula masalah fatal berupa maladministrasi yang menyebabkan tambang ini seakan-akan termasuk PSN. Padahal, PSN di Desa Wadas hanyalah Bendungan Bener, yang lokasinya terpisah dengan tambang.
“Masalah fatal pada posisi pertambangan batu andesit di Desa Wadas: dimasukkan ke dalam skema pengadaan tanah untuk ‘kepentingan umum’ sebagaimana tercakup pada proyek pembangunan bendungan, padahal aktivitas ekstraksi merupakan ‘kepentingan usaha atau komersial’,” jelas Busyro.
Di sisi lain, PSN itu sendiri pun dianggap sebagai proyek ambisius yang abai aspek sosio-ekologis karena tanpa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Ambisi semacam ini seringkali tidak diikuti dengan kapasitas menyiapkan rancang bangun yang memadai.
Jika begini caranya, PP Muhammadiyah menyebut, PSN “hanya mempromosikan mitos kesejahteraan”, sementara hasil nyata pembangunannya dipertanyakan.
“Hal ini semakin memperluas kekerasan dan perampasan atas ruang hidup masyarakat serta maraknya berbagai konflik agraria di Indonesia. Bahkan kekerasan wacana menjadi bagian tidak terpisahkan yang berujung pada teror masyarakat,” jelas Busyro.
Baca juga: Jadi Penceramah di Masjid UGM, Ganjar Bicara Masalah Wadas
Selebihnya, PP Muhammadiyah juga menyoroti kekerasan dan teror aparat terhadap warga yang dimulai 8 Februari 2022, begitu pun upaya-upaya mengendalikan informasi melalui propaganda hingga pemadaman listrik dan akses internet.
“Belum lagi kekuatan buzzer bekerja non-stop dalam usaha untuk memutarbalikkan fakta (disinformasi) seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Desa Wadas padahal pelanggaran HAM dan krisis sosio-ekologis jelas nyata di dalamnya,” tutup Busyro.
Baca juga: Beredar Konflik Wadas Jadi Soal di Ujian Anak SD
Kajian mendalam ini dilakukan melalui Lembaga Flikmah dan Kebijakan Publik (LKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MIH) PP Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah juga didukung oleh tim peneliti Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang mencakup observasi lapangan, diskusi kelompok terumpun dengan warga dan pemangku kepentingan, analisis hukum lingkungan, serta kajian fikih lingkungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.