Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi KUHP, Nakes yang Lakukan Aborsi terhadap Korban Pemerkosaan Tak Dipidana

Kompas.com - 22/04/2022, 14:04 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu pasal dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undnag Hukum Pidana (RKUHP) mengatur mengenai penghapusan pidana bagi dokter, bidang, paramedis, dan apoteker yang melakukan aborsi terhadap korban pemerkosaan.

Selain itu, tenaga kesehatan juga tak dipidana bila melakukan tindakan aborsi ketika ditemukan indikasi kedaruratan medis.

Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Tim Perumus RKUHP Harkristuti Harkrisnowo dalam diskusi Publik Pengaturan Aborsi dalam Upaya Pembaruan KUHP secara virtual, Jumat (22/4/2022).

Baca juga: Tak Diatur di UU TPKS, Rumusan Perkosaan Diminta Diperkuat pada Revisi KUHP

"Tentang alasan penghapusan pidana, mereka itu yang melakukan aborsi, dokter, bidan, paramedis, apoteker, apabila yang dilakukan adalah terhadap korban pemerkosaan atau akibat indikasi kedaruratan medis, maka mereka tidak dipidana," ujar Harkristuti.

Ketentuan itu disebutkan dalam Pasal 469 RKUHP.

Harkristuti pun menjelaskan, ketentuan di dalam pasal tersebut dimaksudkan untuk memberi diskresi kepada tenaga kesehatan yang menentukan kelayakan seseorang untuk melakukan aborsi.

"Mereka ada pertanggung jawaban medis apabila memenuhi persyaratan (terkait tindakan aborsi), mereka kemudian tidak dipidana," jelas Harkristuti.

Kendati demikian, RKUHP juga mengatur tindak pidana bagi tenaga kesehatan yang melakukan aborsi terhadap perempuan.

Di dalam Pasal 469 Ayat (1) RKUHP disebutkan, dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakkukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 468, pidana dapat ditambah 1/3.

Selanjutnya pada Ayat (2) dijelaskan, dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukkan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak.

Pasal aborsi, yakni Pasal 468 di dalam RKUHP sendiri mengatur hukuman pidana bagi setiap orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan yakni pidana penjara lima tahun. Adapun bila tanpa persetujuan perempuan, maka hukuman pidana penjara diperberat menjadi 12 tahun.

"Karena mereka tenaga kesehatan, maka pidana dapat diperberat satu pertiga. Ditambah lagi pencabutan hak untuk menjalankan profesi dimasukkan di Pasal 469 Ayat (2)," jelas Harkristuti.

Untuk diketahui, pemerintah masih dalam tahap penyusunan RKUHP sebelum akhirnya akan diusulkan untuk dibahas bersama DPR.

Baca juga: Revisi KUHP Dinilai Harus Tegaskan Pemaksaan Aborsi sebagai Kekerasan Seksual

Terakhir, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) bakal disahkan paling lambat pada Juni 2022.

Eddy, sapaan akrab Edward, mengaku sudah berkoordinasi dengan Komisi III DPR dan mendapat kepastian bahwa RKUHP akan disahkan pada Juni 2022.

"Kami sudah kemarin bertemu intensif dengan Komisi III sebagai mitra dari Kementerian Hukum dan HAM, paling lambat Juni sudah harus disahkan," kata Eddy dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Senin (4/4/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com